"Menekan biaya produksi 40%. Yang biasa (biaya) panen manual Rp 2 juta per hektare, dengan teknologi hanya Rp 1 juta," ujarnya saat meninjau lokasi optimalisasi pemanfaatan alsintan di Desa Tenggarang, Kecamatan Tenggarang, Bondowoso, Jawa Timur, dalam keterangan tertulis, Selasa (22/5/2018).
Ia juga menyampaikan, bahwa indeks pertanaman akan meningkat karena waktu yang diperlukan dari olahan lahan hingga panen terbilang lebih singkat. Sehingga lahan bisa dimanfaatkan secara optimal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penyusutan hasil panen (losses) sebesar 10% pun bisa ditarik kembali. Yang dulu sia-sia di lapangan, bisa kita ambil. Nilainya Rp 28 triliun. Bisa tanam tiga kali dalam satu tahun. Artinya, peningkatan pendapatan petani bisa tiga kali lipat," ujar Amran.
Selain itu, ia mengatakan penggunaan alsintan ini pun mendorong generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian. Sebab, mekanisasi pertanian telah mengubah pandangan masyarakat mengenai bertani.
"Dulu petani (disebut) miskin, kumuh. Sekarang sejahtera. Dia bisa olah tanah, tanam, panen sambil telepon pacarnya. Ini mengubah mindset," lanjut Amran.
Terlebih, ia menyampaikan, pendapatan dari jasa penyewaan alsintan cukup menggiurkan, yakni sekitar Rp 3-4 juta per hari.
"Sebulan Rp 90 juta. Dua kali lipat dari gaji menteri. Pasti generasi muda mau," ucapnya dengan yakin.
Dengan memaksimalkan inovasi, ungkap Amran, Indonesia bisa swasembada dan mengekspor sejumlah komoditas ke mancanegara, sehingga dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesejahteraan. (idr/hns)