Usulan itu disampaikan manajemen Garuda Indonesia ke Kementerian Perhubungan
"Kami harap (tarif batas bawah) kayak sebelumnya, dari yang 30% disesuaikan jadi 40% dari tarif batas atas," kata Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala Nugraha Mansury dalam acara buka puasa bersama di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (28/5/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keinginan tersebut dilatarbelakangi harga bahan bakar pesawat yang terus naik. Selain itu mata uang rupiah beberapa waktu belakangan melemah terhadap dolar AS hingga menyentuh level Rp 14.200.
"Ini yang kita minta sebetulnya dilakukan penyesuaian, karena dua tahun lalu harga fuel jauh dari sekarang. Tahun lalu saja naik 29%. Tahun ini year to date sudah 12%. Jadi dari Januari 2016 sampai sekarang sudah 40%. Belum lagi depresiasi rupiah yang telah mencapai kira-kira 4-5%," sebutnya.
Baca juga: Sinergi BUMN dalam Layanan Kargo |
Pahala pun menyampaikan mayoritas biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam mengoperasikan pesawat menggunakan dolar AS. Jika rupiah melemah atas dolar maka berdampak terhadap kinerja keuangan.
"Yang mesti hati-hati walau secara akunting bisa untung, dari casual harus hati-hati, karena pendapatan dalam mata uang dolar hanya 30% non rupiah, sedangkan biaya kita 90% dalam dolar. Maintenance, fuel, sewa pesawat. Itu semua dalam dolar," jelasnya.
"Jadi pendapatan kita nggak diimbangi dengan kenaikan biaya yang lebih besar, itu sebabnya kalau kita lihat expenses kita masih naik," sambung Pahala.
Oleh karena itu, perusahaan mengusulkan adanya penyesuaian tarif batas bawah. Pasalnya kata dia penyesuaian tarif terakhir kali dilakukan pada Januari 2016. Usulan ini pun sudah disampaikan ke Kementerian Perhubungan.
"Tarif batas bawah kita sudah sampaikan, sudah disampaikan. Semuanya kembali ke pertimbangan Kementerian Perhubungan. Sebagai airlines dan asosiasi sudah kita sampaikan. Implementasinya kita tunggu hasil pihak ketiga," tambahnya. (hns/hns)