Direktur Jenderal Bina Marga Arie Setyadi Moerwanto mengatakan saat ini keberadaan truk 'obesitas' tersebut bahkan makin banyak. Dilihat dari monitoring weight in motion (WIM) yang disisipkan pada salah satu jembatan timbang di Kendal, Jawa Tengah, setidaknya 65% truk yang melintas merupakan truk overload.
"Bisa dilihat 65% itu truk overload ada di jalan. Dan overloadnya itu nggak kira-kira. Ada yang 40% overload (muatannya berlebih 40%), ada juga yang 102% overload. Jadi trennya makin naik dan makin kasar. Artinya nggak takut lagi," katanya kepada detikFinance saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (28/5/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Menhub Janji Bakal Tertibkan Truk 'Obesitas' |
Keberadaan truk 'obesitas' sendiri terbukti telah memberikan banyak kerugian pada masyarakat. Bahkan lebih dari setengah anggaran di Ditjen Bina Marga harus dialokasikan untuk preservasi atau perbaikan jalan.
![]() |
Arie mengatakan masih ditemuinya truk-truk 'obesitas' di jalanan lantaran penanganannya belum cukup efektif. Di satu sisi pengusaha truk belum memiliki utilitas yang cukup baik untuk mengangkut barang per trip, sementara muatan yang diangkut berlebih justru lebih banyak mendatangkan kerugian.
"Mungkin kalau dalam satu hari itu dipakainya persentasenya kecil. Sehingga dia memaksa untuk nambah sebanyak-banyaknya. Itu yang menjadikan masalah transportasi darat di Indonesia," jelasnya.
Bina Marga sendiri tak punya kewenangan dalam menindak truk di lapangan. Sehingga membuat mereka hanya bisa terus menambal setiap kerugian yang disebabkan oleh truk overload ini.
Dengan masih lalu lalangnya truk overload di lapangan, maka moda transportasi lain pun menjadi tak menarik. Ujungnya jalur darat terus menjadi bulan-bulanan truk overload.
"Karena kalau semuanya seperti ini, moda transportasi yang lain kan menjadi tidak visible. Artinya kita spiral down, bukan spiral up," katanya.