"Kita bersama dengan bank indonesia akan terus mewaspadai dan melihat kondisi yang terkait dengan dinamika nilai tukar maupun dari sisi keseluruhan perekonomian," kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/7/2018).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan, kebijakan yang sudah dilakukan BI dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) akan dilihat mengenai dampaknya terhadap perekonomian nasional, salah satunya mengenai respons sentimen yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Langkah meminimalisirnya, kata Sri Mulyani, jika sentimen tersebut berasal dari dalam negeri maka pemerintah akan memperhatikan defisit neraca transaksi berjalan. Tentunya, hal itu dilakukan bersama dengan BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Sinergi yang dilakukan bagaimana meningkatkan agar defisit transaksi berjalan menjadi semakin mengecil dengan mendukung ekspor, serta pariwisata yang merupakan salah satu sumber penghasil devisa.
"Dan pada saat yang sama mulai meneliti kebutuhan impor dan apakah kebutuhan itu memang betul-betul sesuatu yang dibutuhkan oleh perekonomian Indonesia," ungkap dia.
Dengan demikian, pemerintah bakal lebih selektif terkait dengan kebutuhan apapun yang berasal dari kegiatan impor.
"Apakah itu dalam bentuk bahan baku atau barang modal dan apakah mereka betul-betul strategis untuk menunjang kegiatan perekonomian di dalam negeri," papar dia.
"Sehingga mereka juga perlu melakukan langkah-langkah yang kami juga lakukan untuk melakukan adjustment sehingga akhirnya perekonomian bisa meng-absorb (serap) shock ini secara lebih baik dan tidak menimbulkan gejolak," tutup dia.