Industri Ritel Bakal Naikkan Harga Jual, Jika Dolar AS Tak Segera Jinak

Industri Ritel Bakal Naikkan Harga Jual, Jika Dolar AS Tak Segera Jinak

Selfie Miftahul Jannah - detikFinance
Kamis, 05 Jul 2018 14:31 WIB
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) menguat terhadap rupiah. Saat ini dolar AS berada di level Rp 14.400. Nilai tukar mata uang Paman Sam ini berada lebih tinggi dibandingkan level kemarin pagi di Rp 14.365.

Merespons kondisi tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pelaku Ritel Indonesia atau Aprindo Roy Nicholas Mandey menjelaskan, jika dolae AS tak segera jinak, maka pihaknya memprediksi sektor hulu atau pabrikan tampaknya akan melakukan penyesuaian harga.

"Kalau Juli dan Agustus masih tinggi kita akan lakukan eskalasi (menaikkan harga) kalau sudah lewat itu ya nggak bisa. Soalnya itu sudah out off service. Prinsipnya kita ya mengikuti pabrikan dan pasar," kata dia kepada detikFinance, Kamis, (5/7/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Kalau Juli dan Agustus masih tinggi kita akan lakukan eskalasi (menaikkan harga)"Ketua Umum Asosiasi Pelaku Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey
Meski pihaknya sudah mempersiapkan stok kebutuhan dagang untuk 2 bulan ke depan, namun jika pelemahan rupiah terus terjadi selama beberapa bulan sebelumnya maka ia sudah mempersiapkan diri jika harus ada kenaikan barang dagangannya.

"Kan barang-barang yang mengalami kenaikan akibat pelemahan (pelemahan rupiah), itu kan ada di hulu (pabrik. Kita itu kan tidak memproduksi barang, artinya tidak ada pembelian bahan baku yang sebagian besar yang di sektor hulu yang rata-rata bahan baku masih impor. Kita sih akhirnya ikuti sektor hulu karena barang sudah ada sudah kebeli dari dua sampai tiga bulan sebelumnya," papar dia.


Ia menjelaskan beberapa sektor yang diprediksi akan mengalami kenaikan yaitu barang- barang yang memiliki komponen impor seperti kosmetik, berbagai aparel, dan beberapa buah.

"Sepertinya di sektor hulu akan ada kenaikan harga kalau bahan baku penolong impor, seperti kosmetik, aparel kan kita nggak punya industri kapas dan benang kita masih impor," jelas dia. (dna/dna)

Hide Ads