Selain membuka pasar-pasar baru tujuan ekspor, RI juga harus menggali potensi-potensi baru komoditas yang bisa dijadikan andalan ekspor. Susu salah satu yang tengah digenjot.
Bagaimana strateginya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Caranya adalah dengan menjalankan kemitraan antara Industri Pengolahan Susu (IPS) dengan peternak sapi perah lokal. Program kemitraan ini mulai dijalankan oleh IPS dan Importir setelah diamanatkan dalam Peraturan Kementerian Pertanian (Permentan) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Peredaran Susu.
"Kalau dari IPS, tentu utamanya adalah penyerapan Susu Segar Dalam Negeri (SSDN). Kemitraan lainnya yang paling banyak diajukan dalam proposal adalah peningkatan capacity building dan training ke peternak lokal untuk meningkatkan produksi dan kualitas susu," kata Fini, Senin (9/7/2018).
Dalam pedoman teknis Permentan 26/2017, kemitraan ini lebih ditujukan untuk meningkatkan kualitas susu agar sesuai standar industri. Bantuan dapat berupa pembangunan kandang, instalasi air bersih, Milk Collecting Point (MCP), Cooling Unit, transfer tank, dan sarana lainnya.
Selain itu, ada beberapa IPS yang juga sedang dan sudah mempersiapkan dibangunnya milk village atau desa susu sebagai upaya melakukan kemitraan dalam skala besar di beberapa daerah.
"Di Jogja misalnya ada upaya membuat Sleman menjadi kota susu. Kemitraan desa susunya dijalankan oleh Sari Husada dengan beberapa kelompok peternak. Mereka juga sudah punya roadmap bagaimana produksi susu peternak lokal bisa meningkat di sana," kata Fini.
Importir yang juga diwajibkan melakukan kemitraan, kebanyakan memilih untuk menjalankan program promosi minum susu ke sekolah-sekolah. Tapi, ada beberapa importir yang siap menjalankan kemitraan dengan memberikan sapi berkualitas kepada peternak lokal.
"Ada yang bekerjasama dengan Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Batu Raden. Belum banyak memang sekitar dua perusahaan, tapi kami terus evaluasi juga proposal dari importir supaya punya dampak langsung bagi peternak sapi perah lokal," katanya. (dna/dna)