Ada Kabar Keuangan Pertamina Seret, Pengadaan BBM Bisa Terhambat

Ada Kabar Keuangan Pertamina Seret, Pengadaan BBM Bisa Terhambat

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Rabu, 25 Jul 2018 23:23 WIB
Foto: Danang Sugianto/detikFinance
Jakarta - Bocornya surat PT Pertamina (Persero) soal pelepasan aset bakal menghambat pengadaan bahan bakar. Surat itu menunjukkan jika keuangan Pertamina sedang tidak baik.

Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengatakan, surat itu akan meningkatkan risiko pada Pertamina.


"Saat menghadapi masalah itu pengambil keuntungan masalah akan datang, pasti risiko akan naik karena dianggap kemampuan membayar turun, sehingga untuk impor BBM itu akan sulit Pertamina sekarang karena supplier mengetahui Pertamina tidak punya uang, bisa saja risiko jadi naik, harganya jadi naik, yang rugi masyarakat," kata dia di Jakarta, Rabu (25/7/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Said Didu meyakini, adanya surat itu menunjukkan keuangan Pertamina sedang bermasalah. Sebab, surat-surat ini diketahui oleh para petinggi Pertamina.


"Jadi saya bilang begini, pertanyaan saya kok bisa muncul surat direksi dan komisaris yang komisaris ada Tanri Abeng, ada Wakil Menteri ESDM, ada Wakil Menteri Keuangan yang menyampaikan bahwa menghadapi masalah keuangan yang berat sehingga perlu strategis termasuk di dalamnya down share aset atau hak. Berarti kalau ada yang menyatakan itu tidak ada masalah nggak mungkin, secara resmi sudah menyatakan," jelasnya.

"Jawaban Menteri BUMN setuju secara prinsip melakukan kajian tidak salah juga, itu Menteri BUMN ini belum terjadi, tapi problemnya Pertamina sudah membuka diri bahwa menghadapi masalah keuangan," sambungnya.


Said Didu mengatakan, masalah keuangan ini tak lepas dari tugas Pertamina menyalurkan Solar dan Premium. Harga bahan bakar itu sendiri dipatok dengan acuan harga minyak mentah US$ 45 per barel sementara nilai tukar Rp 13.000. Sementara, pemerintah memutuskan tidak akan menaikkan harga.

Kondisi saat ini, harga minyak sudah mencapai US$ 70 per barel dan kurs Rp 14.000.

"Harga keekonomian kalau harga minyak sekitar US$ 70 dan kurs Rp 14.000, Premium kira-kira Rp 8.500 per liter solar Rp 8.350 per liter. Sekarang dijual Rp 6.500 Premium, Solar Rp 5.150 tapi ada subsidi Rp 500 Pertamina menerima Rp 5.650," ujarnya.


Selisih yang ditanggung Pertamina itu membuatnya rugi antara Rp 25 triliun hingga Rp 30 triliun jika tidak ada kenaikan harga dan penambahan subsidi.

"Kalau harga minyak seperti sekarang dan kurs Rp 14.000 kalau tidak ada kenaikan harga atau tambah subsidi maka Pertamina menanggung kerugian Rp 25-30 triliun," tutupnya. (dna/dna)

Hide Ads