Jokowi-Ma'ruf atau Prabowo-Sandi Pasangan Pilihan Pelaku Pasar?

Jokowi-Ma'ruf atau Prabowo-Sandi Pasangan Pilihan Pelaku Pasar?

Hendra Kusuma - detikFinance
Sabtu, 11 Agu 2018 08:22 WIB
Jokowi-Maruf atau Prabowo-Sandi Pasangan Pilihan Pelaku Pasar?
Foto: Dok. Istimewa
Jakarta - Pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 2019-2024 sudah definitif. Mereka adalah Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Deklarasi masing-masing pasangan calon berlangsung pada Kamis malam (9/8/2018), kemudian mereka daftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jumat (10/8/2018).


Kedua pasangan calon ini menjadi sorotan publik, bukan hanya dari sisi politik, tapi juga ekonomi. Para pelaku pasar mengikuti perkembangan Jokowi dan Prabowo memilih cawapres, hingga akhirnya Jokowi memilih Ma'ruf Amin dan Prabowo memilih Sandiaga Uno.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kejelasan capres dan cawapres ini membawa sentimen positif bagi pelaku pasar keuangan, karena mereka bisa menilai arah kebijakan yang akan diterapkan kedua pasangan jika terpilih.


Selain itu, sentimen positif juga nampak di bursa saham. Pada pembukaan perdagangan Jumat pagi (10/10/2018) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona positif pada pembukaan perdagangan pagi ini. IHSG melesat ke zona hijau. Menutup perdagangan Jumat sore ini IHSG naik 11,91 poin (0,20%) ke 6.077,173. Indeks LQ45 naik 2,929 poin (0,31%) ke 963,078.

Nah kira-kira dari kedua pasangan tersebut, siapa yang paling ditunggu oleh pelaku pasar untuk memimpin Indonesia 2019-2024? yuk simak beritanya di sini:

Jokowi-Ma'ruf atau Prabowo-Sandiaga, Pelaku Pasar Pilih Mana?

Foto: Rengga Sancaya
Pengamat Ekonomi dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Fajar B Hirawan mengungkapkan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin menjadi sosok yang paling ditunggu oleh pasar keuangan.

"Jokowi-MA (Ma'ruf Amin) merupakan kombinasi sempurna antara ekonomi pasar dan ekonomi syariah yang berbasiskan umat," kata Fajar saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (10/8/2018).

Dia mengungkapkan, Jokowi terkenal sebagai sosok yang terbuka terhadap pasar global, sedangkan Ma'ruf Amin merupakan tokoh ekonomi syariah yang mengedepankan peran koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia.

"Kombinasi di antara keduanya dapat saling melengkapi guna mewujudkan ekonomi pancasila secara utuh dan komprehensif," jelas dia.

Sementara pasangan Prabowo-Sandiaga, Fajar menilai tidak terlalu friendly dengan pasar luar negeri dan lebih cenderung domestik. Posisi ini, lanjut dia, menunjukkan sikap populis dari keduanya tanpa mempertimbangkan perkembangan pasar dan perubahan geopolitik yang terjadi.

"Hal ini cukup bertolak belakang dari peran mereka sebagai pengusaha sebelumnya yang seharusnya lebih friendly dengan pasar dalam dan luar negeri," ungkap dia.

Tantangan Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi Jika Pimpin RI

Foto: Agung Pambudhy
Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan tekanan global yang dimaksud terkait dengan stabilitas nilai tukar dan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China.

"Tekanan global yang terakhir ini cukup besar, tekanan pelemahan rupiah, perang dagang, itu artinya kemampuan untuk me-manange potensi domestik menjadi kunci di tengah tekanan global yang begitu besar," kata Faisal saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (10/8/2018).

Selain itu, kata Faisal, tantangan yang harus diselesaikan oleh capres dan cawapres periode 2019-2024 adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang stagnan di level 5%.

Tidak hanya itu, pemerataan ekonomi pun harus terus dilanjutkan, meskipun sampai saat ini kesenjangan dan kemiskinan sudah mulai turun.

Sementara itu, Ekonom dari Bank Permata Josua Pardede mengatakan tantangan yang harus diselesaikan oleh capres dan cawapres periode 2019-2024 adalah soal ketergantungan ekonomi nasional terhadap komoditas dasar.

Pengumuman Capres Cawapres Beri Sentimen Positif

Foto: dokumentasi detikcom
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mendeklarasikan Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin sebagai cawapres pendampingnya di Pilpres 2019 mendatang. Begitu juga dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang mendeklarasikan Sandiaga Uno menjadi pendampingnya.

Kedua pasangan calon pemimpin Indonesia menjadi sentimen bagi perekonomian nasional. Para investor menunggu prospek ekonomi selama lima tahun ke depan.

"Menurut saya pengumuman capres dan cawapres akan mempengaruhi sentimen pasar terkait dengan prospek perekonomian Indonesia dalam 5 tahun ke depan," kata Ekonom Bank Permata Josua Pardede saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (10/8/2018).

Josua menilai pelaku usaha pada dasarnya mengharapkan pemilu dapat berjalan dengan aman, damai yang positif bagi perekonomian nasional.

"Stabilitas dan kesinambungan ekonomi dapat dipertahankan sehingga akan tetap mendukung baiknya iklim investasi," tambah dia.

Dia menilai, Presiden Jokowi yang menggandeng Ma'ruf Amin pun diharapkan akan mendukung solidnya Koalisi Indonesia Kerja (KIK). Sehingga dapat meningkatkan peluang Jokowi untuk melanjutkan masa jabatannya menjadi dua periode.

Selain itu, dengan dipilihnya Ma'ruf Amin sebagai cawapres juga diharapkan isu politik identitas dapat diredam, sehingga tetap menjaga stabilitas politik jelang pemilu tahun 2019.

Bisakah Capres-Cawapres Setop Impor Pangan Jika Terpilih?

Foto: dokumentasi detikcom
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menilai ketergantungan impor pangan terutama yang bersifat strategis, tak mudah dihentikan. Sebaliknya jika yang diimpor produk non produktif, dan bisa dipenuhi di dalam negeri, maka bisa dihentikan.

"Jika kaitannya pembatasan impor pangan tentunya juga sangat baik, karena pemerintah berkomitmen untuk mendorong swasembada pangan dengan peningkatan produktivitas sektor pertanian," kata Josua saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (10/8/2018).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) dari website Kementerian Pertanian Januari hingga Juni 2018, impor beras yang dilakukan pemerintah berjumlah 896.140 ton.

Dikutip detikFinance, Jumat (10/8/2018) beras tersebut berupa jenis gabah yang dikuliti dan beras 1/2 giling atau digiling seluruhnya. Sedangkan, jumlah beras yang dikonsumsi berjumlah 862.165 ton. Beras tersebut berasal dari Thailand dan Vietnam.

Sementara itu, Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan perlu strategi yang cermat jika benar ingin menghentikan ketergantungan impor. Menurutnya impor tidak bisa begitu saja dihentikan karena kegiatan tersebut menyangkut hidup banyak orang.

"Jadi kalau untuk mengurangi, bisa dengan cara meningkatkan produksi dalam negeri yang berdaya saing tinggi. Sehingga produk impornya kalah bersaing," kata Faisal.

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menambahkan yang bisa dilakukan adalah merencanakan impor dan mengendalikan impor, sebab beberapa komoditas masih dibutuhkan oleh tanah air.

"Seperti gandum kita kan nggak produksi, jagung juga harus hati-hati, seperti sekarang pakan ternak mahal dan berujung kenaikkan harga telur dan daging ayam," ujar dia.

Menurut Bhima untuk menuju pada impor terencana dan terkendali dibutuhkan sinkronisasi data antar kementerian dan lembaga. Lalu, membangun substitusi impornya. Selanjutnya, mengendalikan impor dengan menambah pasokan dalam negeri dan bukan membatasi lewat regulasi.
Halaman 2 dari 5
(hek/hns)
Hide Ads