Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah tengah menyiapkan beberapa langkah agar defisit tersebut menurun.
"Artinya kalau sampai 3% pemerintah harus menyiapkan langkah membuat dia turun ke bawah," kata Darmin di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (13/8/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Rupiah Paling 'Loyo' se-Asia Tenggara |
Dia menilai, defisit transaksi berjalan yang mencapai 3% atau setara US$ 8 miliar ini pun cukup besar. Bahkan, angka tersebut jarang terjadi di tingkat internasional maupun nasional.
Langkah yang akan dilakukan pemerintah, kata Darmin, akan membuat banyak kebijakan yang berkaitan dengan transaksi perdagangan dan transaksi berjalan.
Sebab, lanjut Darmin persoalan defisit transaksi berjalan ini cakupannya sangat luas dan penanganannya lebih sulit.
"Oleh karena itu, menyangkut barang jasa dan balas jasa dari saham dari obligasi asing yang beli di sini itu semua, kebijakan yang harus dibuat lebih banyak kemungkinannya kalau urusan transaksi berjalan," jelas dia.
Sementara itu, anjloknya nilai tukar mata uang Turki, lira terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dipastikan tidak akan berdampak besar terhadap negara berkembang lainnya, seperti Indonesia.
Dia mengatakan pelemahan nilai mata uang pun hampir dialami oleh negara berkembang lainnya.
"Bukan cuma rupiah, tapi ke emerging market," kata Darmin.
Darmin mengungkapkan, krisis yang dialami oleh Turki pun disebabkan oleh hal-hal yang bersifat khusus sehingga tidak berdampak besar terhadap negara-negara lain di dunia.
"Turki memang ada hal khusus di sana sehingga kena dampaknya yang nggak mesti berlaku di negara lain," jelas dia.
Salah satu faktor yang membuat mata uang Turki terus melemah terhadap dolar AS adalah keputusan Presiden Donald Trump yang ingin menaikkan tarif bea masuk untuk produk alumunium dan baja.
Saksikan juga video ' Penyebab Rupiah dan Mata Uang Dunia Melemah ':
(hek/dna)