Imbas Rupiah Loyo, Rasio Utang Pemerintah Bisa 35% Terhadap PDB

Imbas Rupiah Loyo, Rasio Utang Pemerintah Bisa 35% Terhadap PDB

Hendra Kusuma - detikFinance
Senin, 20 Agu 2018 16:05 WIB
Foto: Tim Infografis: Andhika Akbarayansyah
Jakarta - Pemerintah memproyeksikan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) naik menjadi di atas kisaran 30%. Proyeksi kenaikan ini akibat lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan Dokumen Nota Keuangan yang dikutip, Jakarta, Senin (20/8/2018). Dalam proyeksi pemerintah pada 2019-2022 atau APBN jangka menengah (medium term budget framwork/MTBF), rasio utang pemerintah diprediksi berada dikisaran 29,5-31,0% terhadap PDB. Namun, angka ini bisa bergerak ke level 35% jika menghitung potensi shock yang sekitar 5%.

Pemerintah tetap akan memprioritaskan penerbitan SBN domestik pada kisaran 70,0-75,0% dari total penerbitan SBN, melakukan penerbitan di tenor jangka menengah hingga jangka panjang dengan tetap mempertahankan ketersediaan penerbitan SPN 3 bulan dan 6 bulan serta 1 tahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah juga melakukan penerbitan valas sebagai pelengkap dalam denominasi hard currency untuk membantu memenuhi kebutuhan cadangan devisa (cadev) negara.

Mempertimbangkan kondisi perekonomian di tahun 2018 yang cukup volatile dan berpotensi mengulang krisis 2008-2009, maka tahun 2019 diterapkan shock dengan merujuk kondisi krisis dimaksud yaitu depresiasi nilai tukar hingga 35% dari nilai tukar rata-rata tahun 2018 dan kenaikan imbal hasil hingga maksimum 109,0% dari imbal hasil rata-rata di tahun 2018.

Dengan besaran shock tersebut, maka risiko utang diproyeksikan bergerak dalam kisaran berikut, untuk risiko nilai tukar semakin menurun yang ditunjukkan oleh rasio utang valas terhadap total utang sebesar 39% pada tahun 2019 menjadi 35% pada tahun 2022 dengan kisaran kurang lebih 6% untuk mengakomodasi shock.

Risiko tingkat bunga semakin terkendali dengan rasio tingkat bunga mengambang terhadap total utang yang dijaga berada pada kisaran minimum 90% pada periode 2019-2022 dengan kisaran kurang lebih 1,5% untuk mengakomodasi shock.

Risiko pembiayaan kembali yang terkendali dengan rasio utang yang jatuh tempo dalam jangka pendek (1 tahun) terhadap total utang sebesar 8,5% di tahun 2019 menuju 10% di tahun 2022 dengan kisaran kurang lebih 1% dan average time to maturity sebesar 8,5 tahun di 2019 menuju 8 tahun di 2022 dengan kisaran kurang lebih 0,5 tahun untuk mengakomodasi shock.

Dengan indikator risiko utang yang berkaitan dengan kesinambungan fiskal akan ikut terpengaruh oleh shock nilai tukar dan tingkat imbal hasil. Maka diproyeksikan rasio utang terhadap PDB diperkirakan sebesar 29,5-31% pada periode 209-2022 dengan potensi pergerakan di kisaran kurang lebih 5% untuk mengakomodasi shock.

"Rasio utang terhadap PDB meningkat melebihi 30,0% akibat tekanan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing," tulis Dokumen Nota Keuangan.


Outlook rasio utang terhadap PDB menjadi catatan penting agar pemerintah lebih agresif menetapkan kebijakan-kebijakan pengelolaan utang yang prudent, baik yang bersifat tahunan maupun jangka menengah.

Adapun, yang akan dilakukan pemerintah yakni:

1. Mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber dalam negeri, dengan tetap memanfaatkan sumber utang luar negeri sebagai pelengkap.

2. Melakukan pengembangan instrumen utang dalam rangka memperluas basis investor utang dan pendalaman pasar

3. Memanfaatkan instrumen lindung nilai untuk mengendalikan fluktuasi pembayaran kewajiban utang.

4. Mengelola portofolio yang tepat berkenaan dengan transaksi program pembelian kembali dan debt switch, maupun optimalisasi kualitas penetapan seri benchmark baik dari sisi tenor dan jumlah seri dengan mempertimbangkan likuiditas dan preferensi investor

5. Memperkuat koordinasi pengelolaan risiko utang dalam kerangka pengelolaan aset dan kewajiban negara.

Adapun, rasio pembayaran bunga utang terhadap PDB sebesar 1,5-2% pada periode Tahun 2019-2022 dengan kisaran kurang lebih 1% dan rasio pembayaran bunga utang terhadap outstanding utang sebesar 5,5-6,5% dengan kisaran sebesar kurang lebih 1,5% pada periode tahun 2019-2022 untuk mengakomodasi shock.

(hek/fdl)

Hide Ads