Luhut Balas Kritik Zulkifli Hasan soal Utang

Luhut Balas Kritik Zulkifli Hasan soal Utang

Ardan Adhi Chandra - detikFinance
Rabu, 22 Agu 2018 14:22 WIB
Luhut Balas Kritik Zulkifli Hasan soal Utang
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan membalas kritik Ketua MPR Zulkifli Hasan soal utang pemerintah Indonesia. Zulkifli mengkritik soal cicilan utang pemerintah yang mencapai Rp 400 triliun per tahunnya.

Dalam pidato sidang tahunan MPR 16 Agustus 2018, Zulkifli menyampaikan bahwa besar pembayaran pokok utang pemerintah yang jatuh tempo tahun 2018 sebesar Rp 400 triliun, yang 7 kali lebih besar dari dana desa dan 6 kali lebih besar dari anggaran kesehatan.

Luhut pun membalas kritikan tersebut. Menurutnya, besaran tersebut sudah disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut dirangkum detikFinance, Jakarta, Rabu (22/8/2018).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan membalas kritikan yang disampaikan Ketua MPR Zulkifli Hasan soal cicilan utang Indonesia Rp 400 triliun. Luhut menyebut bahwa besaran tersebut sudah disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

"Kalau seperti ada yang ngomong seperti di MPR mengenai utang kita Rp 400 triliun itu angkanya sudah dijelaskan sama bu Sri Mulyani," kata Luhut di SCBD, Jakarta, Selasa (21/8/2018).

Luhut juga mengatakan bahwa jangan membohongi dengan data yang salah. Ia juga meminta Zulkifli membaca data dengan benar.

"Saya pikir kita jangan bohongin anak-anak muda lah dengan memanipulasi data itu. Jadi membaca data itu kalau nggak ngerti ya jangan diomongin," tutur Luhut.

Zulkifli dalam pidato sidang tahunan MPR 16 Agustus 2018 menyampaikan bahwa besar pembayaran pokok utang pemerintah yang jatuh tempo tahun 2018 sebesar Rp 400 triliun, yang 7 kali lebih besar dari dana desa dan 6 kali lebih besar dari anggaran kesehatan.

"Rp 400 triliun di 2018 itu setara 7 kali dana desa, 6 kali anggaran kesehatan. Itu sudah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar," kata Zulkifli.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hanya memberikan senyuman ketika dikonfirmasi tentang saling tuding dirinya dengan Ketua MPR Zulkifli Hasan.

Tidak ada sepatah kata yang diucapkan, hanya senyum dan ucapan penutup yang menyudahi sesi wawancara dengan awak media. Dia tak mau berkomentar lebih jauh.

"Sudah ya makasih," kata Sri Mulyani sambil tersenyum kemudian menutup pintu mobilnya, di Komplek Istana, Jakarta Pusat, Selasa (21/8/2018).

Sri Mulyani beserta jajaran kabinet kerja lainnya baru saja menghadap Presiden Jokowi. Agenda pembahasannya pun seputar alutsista. Sebab, turut hadir Menkopolhukam Wiranto, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.

Pertemuan berlangsung sekitar 10.30 WIB, tepatnya setelah Presiden Jokowi menerima kunjungan Ketua Komite Olimpiade Palestina Jibril Mahmoud Muhammad Rajoub di Istana Merdeka.

Setelah itu, pertemuan dilanjutkan dengan pembahasan sektor pertahanan. Pertemuan pun berlangsung sekitar 40 menit.

Sri Mulyani keluar komplek istana bersama Wiranto. Ketika mendekati mobil dinasnya, Sri Mulyani mulai menjelaskan soal dirinya yang batal menjadi anggota dewan pengarah dalam tim kampanye nasional bakal capres Jokowi dan bakal cawapres Ma'ruf Amin.

Dirinya pun terlihat terburu-buru ingin masuk ke dalam mobil berplat nomor RI 26 tersebut.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menganggap kritikan Pimpinan MPR Zulkifli Hasan soal pembayaran pokok utang pemerintah menyesatkan.

Ketua MPR dalam pidato sidang tahunan MPR 16 Agustus 2018 menyampaikan bahwa besar pembayaran pokok utang pemerintah yang jatuh tempo tahun 2018 sebesar Rp 400 triliun, yang 7 kali lebih besar dari dana desa dan 6 kali lebih besar dari anggaran kesehatan adalah tidak wajar.

"Pernyataan tersebut selain bermuatan politis juga menyesatkan," kata dia seperti dikutip dari laman Facebooknya, Jakarta, Senin (20/8/2018).

Sri Mulyani menganggap pernyataan tersebut politis dan menyesatkan pun bukan asal bunyi, berikut ringkasan penjelasannya:

1. Pembayaran pokok utang tahun 2018 sebesar Rp 396 triliun, dihitung berdasarkan posisi utang per akhir Desember 2017. Dari jumlah tersebut 44% adalah utang yang dibuat pada periode sebelum 2015 (Sebelum Presiden Jokowi). Ketua MPR saat ini adalah bagian dari kabinet saat itu.

Sementara itu, 31,5% pembayaran pokok utang adalah untuk instrumen SPN/SPN-S yang bertenor di bawah satu tahun yang merupakan instrumen untuk mengelola arus kas (cash management). Pembayaran utang saat ini adalah kewajiban yang harus dipenuhi dari utang masa lalu, mengapa baru sekarang diributkan?

2. Karena Ketua MPR menggunakan perbandingan, mari kita bandingkan jumlah pembayaran pokok utang dengan anggaran kesehatan dan anggaran Dana Desa.

Jumlah pembayaran pokok utang Indonesia tahun 2009 adalah Rp 117,1 triliun, sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp 25,6 triliun. Jadi perbandingan pembayaran pokok utang dan anggaran kesehatan adalah 4,57 kali lipat. Pada tahun 2018, pembayaran pokok utang adalah Rp 396 triliun sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp 107,4 triliun, atau perbandingannya turun 3,68 kali. Artinya rasio yang baru ini sudah menurun dalam 9 tahun sebesar 19,4%.

Bahkan di tahun 2019 anggaran kesehatan meningkat menjadi Rp 122 triliun atau sebesar 4,77 kali anggaran tahun 2009, dan rasionya mengalami penurunan jauh lebih besar lagi, yakni 26,7%. Di sini anggaran kesehatan tidak hanya yang dialokasikan ke Kementerian Kesehatan, tapi juga untuk program peningkatan kesehatan masyarakat lainnya, termasuk DAK Kesehatan dan Keluarga Berencana.

Mengapa pada saat Ketua MPR ada di kabinet dulu tidak pernah menyampaikan kekhawatiran kewajaran perbandingan pembayaran pokok utang dengan anggaran kesehatan, padahal rasionya lebih tinggi dari sekarang? Jadi ukuran kewajaran yang disebut Ketua MPR sebenarnya apa?

Kenaikan anggaran kesehatan hingga lebih 4 kali lipat dari 2009 ke 2018 menunjukkan pemerintah Presiden Jokowi sangat memperhatikan dan memprioritaskan pada perbaikan kualitas sumber daya manusia.

3. Ketua MPR juga membandingkan pembayaran pokok utang dengan dana desa. Karena dana desa baru dimulai tahun 2015, jadi sebaiknya kita bandingkan pembayaran pokok utang dengan dana desa tahun 2015 yang besarnya 10,9 kali lipat. Pada tahun 2018 rasio menurun 39,3% menjadi 6,6 kali, bahkan di tahun 2019 menurun lagi hampir setengahnya menjadi 5,7 kali. Artinya kenaikan dana desa jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan pembayaran pokok utang. Lagi-lagi tidak ada bukti dan ukuran mengenai kewajaran yang disebut Ketua MPR.

Jadi arahnya adalah menurun tajam, bukankah ini arah perbaikan? Mengapa membuat pernyataan ke rakyat di mimbar terhormat tanpa memberikan konteks yang benar? Bukankah tanggung jawab pemimpin negeri ini adalah memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat dengan memberikan data dan konteks yang benar.

4. Pemerintah terus melakukan pengelolaan utang dengan sangat hati-hati (pruden) dan terukur (akuntabel). Defisit APBN selalu dijaga di bawah 3% per PDB sesuai batas UU Keuangan Negara. Defisit APBN terus dijaga dari 2,59% per PDB tahun 2015, menjadi 2,49% tahun 2016, dan 2,51% tahun 2017. Dan tahun 2018 diperkirakan 2,12%, serta tahun 2019 sesuai Pidato Presiden di depan DPR akan menurun menjadi 1,84%.

Ini bukti tak terbantahkan bahwa pemerintah berhati-hati dan terus menjaga risiko keuangan negara secara profesional dan kredibel. Ini karena yang kami pertaruhkan adalah perekonomian dan kesejahteraan serta keselamatan rakyat Indonesia.

5. Defisit keseimbangan primer juga diupayakan menurun dan menuju ke arah surplus. Tahun 2015 defisit keseimbangan primer Rp 142,5 triliun, menurun menjadi Rp 129,3 triliun (2017) dan tahun 2018 menurun lagi menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Tahun 2019 direncanakan defisit keseimbangan primer menurun lagi menjadi hanya Rp 21,74 triliun, sekali lagi menunjukkan bukti kehati-hatian pemerintah dalam menjaga keuangan negara menghadapi situasi global yang sedang bergejolak. Apakah ini bukti ketidak-wajaran atau justru malah makin wajar dan hati-hati?

6. Selama tahun 2015-2018, pertumbuhan pembiayaan APBN melalui utang justru negatif, artinya penambahan utang terus diupayakan menurun seiring dengan menguatkan penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak. Bila tahun 2015 pertumbuhan pembiayaan utang adalah 49,0% (karena pemerintah melakukan pengamanan ekonomi dari tekanan jatuhnya harga minyak dan komoditas lainnya), tahun 2018 pertumbuhan pembiayaan utang justru menjadi negatif 9,7%!

Ini karena pemerintah bersungguh-sungguh untuk terus meningkatkan kemampuan APBN yang mandiri. Ini juga bukti lain bahwa pemerintah sangat berhati-hati dalam mengelola APBN dan kebijakan utang. Hasilnya? Pemerintah mendapat perbaikan rating menjadi "investment grade" dari semua lembaga pemeringkat dunia sejak 2016. Jadi siapa yang lebih berkompeten menilai kebijakan fiskal dan utang pemerintah wajar atau tidak?

7. APBN adalah instrumen untuk mencapai cita-cita bernegara, untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta makin mandiri. Komitmen dan kredibilitas pengelolan APBN ini sudah teruji oleh rekam jejak pemerintah selama ini. Mari cerdaskan rakyat dengan politik yang berbasis informasi yang benar dan akurat.

Hide Ads