Wajib Biodiesel 20% Berlaku Besok

Wajib Biodiesel 20% Berlaku Besok

Trio Hamdani - detikFinance
Jumat, 31 Agu 2018 08:42 WIB
Wajib Biodiesel 20% Berlaku Besok
Foto: Kiagoos Auliansyah
Jakarta - Perluasan bahan bakar B20 untuk non public service obligation (PSO) bakal diresmikan hari ini. Peresmian akan dilaksanakan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sekitar pukul 16.00 WIB.

Hal itu disampaikan Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan di Multivision Tower Jakarta, Kamis (30/8/2018).

Paulus mengatakan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan akan menghadiri peluncuran ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adanya perluasan bahan bakar solar dengan campuran minyak kelapa sawit 20% ini diharapkan mengurangi impor bahan bakar. Pasalnya 20% akan dipasok dari minyak kelapa sawit yang tersedia di dalam negeri.

Namun, apakah industri siap mengimplementasikan kebijakan tersebut?
Salah satu yang harus mengikuti kebijakan ini adalah sektor otomotif. Lantas, apakah industrinya siap?

"Kalau bahan bakar B20 yang dipasarkan itu penuhi standar Euro2 maka kendaraan baru tidak ada masalah," kata Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Johannes Nangoi saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Kamis (30/8/2018).

Dia mengatakan kendaraan-kendaraan keluaran saat ini standar mesinnya mengacu dengan bahan bakar euro2. Asalkan standar bahan bakar B20 sesuai dengan euro2 harusnya tidak jadi masalah buat industri otomotif.

"Yang namanya B20 adalah bahan bakar solar yang telah dicampur bahan bakar kelapa sawit 20% kan. Kalau yang namanya bahan bakar sesuai standar dalam arti ini industri mobil diesel di Indonesia, kita produksi saat ini adalah standarnya harus euro2," jelasnya.

Produsen kendaraan yang tergabung di Gaikindo, lanjut dia sudah menguji coba bahan bakar B20. Hasilnya, sejauh ini berfungsi untuk kendaraan-kendaraan baru.

"Gaikindo asosiasi, tapi anggota kita sudah mencoba. Bahkan ada beberapa anggota kita lakukan deklarasi bahwa dia sudah siap," tambahnya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengatakan, pengusaha truk masih butuh sosialisasi terkait penggunaan bahan bakar campuran nabati ini. Pengusaha tak ingin B20 merusak mesin saat nanti digunakan.

"Ya kita butuh waktu, butuh sosialisasi dan antisipasi, karena begitu menggunakan B20 itu kita antisipasi itu apa B20 sudah direkomendasi ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merk). Karena mobil-mobil kita ini masih banyak digaransi ATPM. Jangan digunakan nanti bermasalah," kata dia kepada detikFinance di Jakarta, Kamis (30/8/2018).

Pemerintah, kata dia, telah melakukan sosialisasi terkait B20. Namun, sosialisasi dirasa masih kurang mengingat pemerintah belum mempertemukan pengusaha truk dengan ATPM.

"Waktu itu baru kita pertanyakan, bahwa bagaimana kualitas mengenai B20, sebulan lalu, tapi tidak hadir ATPM. Kita minta hadirlah merespon ini," ungkapnya.

Lebih lanjut, secara garis besar pengusaha mendukung penggunaan B20. Asalkan, penggunaan B20 ini tidak merusak mesin truk.

"Kita dukunglah turunan CPO. Kita dukunglah untuk mengurangi impor," ungkapnya.


Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, kekhawatiran pertama bahan bakar B20 tidak cocok dengan kendaraan alat berat yang digunakan untuk kegiatan tambang.

"Menurut informasi dari teman teman di lapangan, pertama kan garansinya belum semua produsen (alat berat) bisa mengcover garansi untuk sampai ke B20," kata dia kepada detikFinance, Jakarta, Kamis (30/8/2018).

Karena alat-alat berat ini belum dapat jaminan bisa menggunakan B20, jika terjadi kerusakan maka yang menanggung adalah pengusaha batubara. Terlebih, dengan adanya kerusakan alat-alat berat bisa mengganggu kelancaran operasi.

"Menurut informasi yang dikhawatirkan akan bisa berpengaruh terhadap kelancaran operasional karena mungkin sering ganti filter. Mobil juga kalau ganti filter kan ada pengaruhnya," lanjutnya.

Pelaku industri tambang juga berharap kesiapan pemasok bahan bakar B20. Dia berharap ada jaminan pasokan. Jangan sampai nanti ada hambatan dari pasokan, karena bakal berdampak terhadap kelancaran operasional.

"Lokasi lokasi tambang banyak yang di remote area kan. Nah gimana suplainya (B20), kan jangan sampai ada gangguan logistik untuk menjangkau tempat tempat itu, kan yang berabe kita," tambahnya.

Pemerintah akan memberikan sanksi kepada badan usaha bahan bakar minyak (BU BBM) yang tidak menyalurkan biodiesel B20. Sanksi tidak hanya untuk perusahaan lokal namun juga perusahaan asing.

Berdasarkan keterangan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Biofuel Indonesia (Aprobi) MP Tumanggor, saat ini sebanyak 11 BU BBM akan menyalurkan B20 non-PSO. Dia mengatakan, 11 perusahaan akan mendapat sanksi denda Rp 6.000/liter jika tidak menyalurkan B20.

"Yang non-PSO ada 11 ada Shell, Exxon yang pom bensin asing itu. Selama ini kan hanya impor solar mereka jual ke perusahaan tambang sekarang mereka juga harus B20, makanya 11 ini teken-teken juga dengan produsen biodiesel karena kalau ditemukan tangki Shell ada solar tanpa campuran dia kena Rp 6.000," jelasnya di Multivision Tower Jakarta, Kamis (30/8/2018).

Tidak hanya BU BBM, perusahaan pemasok fatty acid methyl ester (FAME) atau unsur nabati juga bisa dikenai sanksi Rp 6.000/liter. Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN) ini dikenai sanksi jika tidak memasok FAME ataupun FAME yang disalurkan ke BU BBM tidak sesuai kontrak.

"Misal ditemukan tangki dia tidak campur kena. Alasannya saya belum disuplai, ini kontrak saja. Harusnya tanggal 7, OK tanggal 7, yang di kontrak (pemasok FAME) kena. Fair kan," jelasnya.

Namun, dia mengatakan pengiriman FAME bisa terlambat karena hal-hal tertentu. Misalnya, cuaca buruk, kapal rusak, dan kondisi mendesak lainnya. Memperhatikan kondisi ini, asosiasi akan berdiskusi dengan pemerintah untuk membicarakan kelonggaran terkait kondisi tersebut.


Hide Ads