Demikian dikutip dari data perdagangan Reuters, Kamis (6/9/2018). Grafik pergerakan nilai tukar dolar AS tersebut tampak kontras dengan manuver pada hari kemarin, di mana nilai tukar dolar AS mencapai Rp 14.999.
Adapun sampai sore ini nilai tukar dolar AS bergerak dari level Rp 14.810 hingga 14.905. Namun demikian mata uang rupiah masih mencatatkan depresiasi terdalam di antara mata uang negara ASEAN lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ekonom PermataBank Josua Pardede menjelaskan penyebab redanya tekanan rupiah sejak awal perdagangan hari ini karena terjadi pelemahan nilai tukar dolar AS terhadap sebagian besar mata uang negara maju.
"Dolar AS melemah terhadap sebagian besar mata uang negara maju seperti Poundsterling dan Euro yang menguat setelah pembicaraan antara pemerintah Jerman dan Inggris yang mendukung soft Brexit," kata Josua saat dihubungi detikFinance.
Dolar AS juga melemah terhadap Yen Jepang dan Franc Swiss setelah data neraca perdagangan AS pada bulan Juli yang tercatat US$ 50,1 miliar melebar dari bulan sebelumnya yang tercatat defisit US$ 45,7 miliar.
Josua menjelaskan rilis data neraca perdagangan tersebut meningkatkan fokus pelaku pasar global di mana pemerintah AS berpotensi kuat untuk mengenakan tarif impor sebesar US$ 200 miliar produk dari China.
Dari domestik, tren penjualan dolar AS juga meningkat yang dilakukan oleh korporasi khususnya para eksportir.
Kemudian, upaya BI yang tetap berada di pasar melakukan langkah-langkah stabilisasi rupiah juga turut mendukung penjualan dolar AS.
Namun dalam jangka pendek ini, dolar AS masih bisa berpotensi kembali menguat di tengah ketidakpastian isu perang dagang. Kemudian respons kebijakan pemerintah dan bank sentral negara-negara berkembang yang sedang menghadapi krisis ekonomi seperti Argentina, Turki dan Afrika Selatan.