"Kalau ngomong perbatasan, pada umumnya dipandang sebagai wilayah yang paling ada di pinggiran, sulit dijangkau, transportasi susah, tidak ada sinyal handphone, tertinggal, dan terbelakang. Namun saat ini semua sedang diubah. Kita lakukan perubahan paradigma dalam memandang perbatasan," jelas Endang, Senin (17/09/2018).
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Pengembangan Daerah Perbatasan Kemendes PDTT ini mengatakan pemerintah berupaya membangun semua wilayah Indonesia, khususnya yang berada di wilayah terdepan sesuai Nawacita ketiga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Endang juga beberkan data umum di mayoritas perbatasan, mulai dari rendahnya tingkat elektrifikasi di wilayah perbatasan yang hanya 86,37% (rata-rata nasional 97%), jalan beraspal hanya tersedia sebesar 43,29% (dari 65,56%), sampai akses pendidikan yang jauh dari standar pelayanan minimum yaitu kurang dari 3 km, sedangkan di perbatasan rata-rata sejauh 14 km.
Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, pemerintah sudah mengucurkan dana desa sejak 2015. Pada 2017, setiap desa menerima Rp 800 juta untuk bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desanya
"Jika kita hitung-hitung sederhana, ada 1.700-an desa yang terletak di 187 lokasi prioritas (basis kecamatan) wilayah perbatasan. Maka, tahun lalu saja ada sekitar Rp 1,3 triliun dana yang digelontorkan pusat untuk desa-desa tersebut," tuturnya.
Tak hanya melalui instrumen dana desa, Endang mengatakan Kementerian Lembaga juga turut membangun infrastruktur dasar maupun pendukung di wilayah perbatasan.
Pada 2018 ini, Dit Perbatasan dan Ditjen PDTu akan membangun jalan penghubung sepanjang 50 km, penyediaan elektrifikasi, penyediaan air bersih, serta peningkatan produk pertanian dengan penyediaan embung dan alat pengolah pascapanen untuk masyarakat perbatasan.
"Bicara provinsi Kalimantan Utara, untuk Kabupaten Nunukan, pada 2015-2018 ini kita sudah gelontorkan lebih kurang Rp 39 miliar. Untuk Malinau lebih kurang Rp 16 miliar yang bersumber dari DIPA Ditjen PDTu serta DAK afirmasi transportasi dalam bentuk infrastruktur transportasi, air bersih, elektrifikasi, dan penyediaan sarana pendidikan," terang Endang.
Endang mengingatkan mahasiswa bahwa sejatinya bisa menjadi agen pembaruan dan ujung tombak membangun daerah perbatasan. Diharapkan, Universitas Borneo juga dapat melakukan KKN tematik di daerah perbatasan untuk melakukan pemetaan potensi, menyusun program dan kegiatan desa dan menjadi motor penggerak untuk inovasi dan pemberdayaan masyarakat.
"Kalian menjadi generasi pemimpin masa depan yang berasal dari tanah asli warga perbatasan. Jadikan wilayah berkembang dan menjadi etalase yang cantik untuk dikunjungi," pungkas dia.
Pada kesempatan yang dilaksanakan oleh LPPN Universitas Borneo Tarakan, turut hadir tenaga pengajar dan mahasiwa Universitas Borneo Tarakan. Informasi lainnya bisa dilihat di sini. (mul/fdl)