"Terkait dengan adanya kelebihan pasokan yang terjadi saat ini kita minta kepada semua pelaku usaha untuk melakukan usaha pemotongan, penyimpanan dan pengolahan," ungkap Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita dalam keterangan tertulis, Kamis (27/9/2018).
Ia mengatakan pasar untuk komoditi unggas di Indonesia saat ini didominasi fresh commodity sehingga produk mudah rusak. Kecepatan distribusi dan keseimbangan supply demand menjadi faktor penting sebagai penentu harga. Untuk itu, ia berharap agar hasil usaha peternak tidak lagi dijual sebagai ayam segar melainkan ayam beku, ayam olahan, ataupun inovasi produk lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami meminta kepada pelaku usaha untuk melakukan pemotongan di RPHU (Rumah Potong Hewan Unggas) dan memaksimalkan penyerapan karkas untuk di tampung dalam cold strorage yang akan disimpan sebagai cadangan jika sewaktu-waktu dibutuhkan," imbaunya.
Lebih lanjut Ketut mengatakan setelah memperhatikan situasi dan kondisi tentang harga ayam broiler hidup saat ini, ia berharap mulai Jumat 28 September 2018 besok, harga di Farm Gate dapat normal kembali.
Untuk wilayah Jabodetabek, diharapkan ayam Live Bird (ayam broiler hidup) dengan berat 1,8 kg/ekor sampai dengan 2,2 kg/ekor dijual dengan harga minimal Rp 16.000 dan bertahap akan naik hingga menjadi Rp 17 ribu. Untuk wilayah Tasik, Priangan, Bandung, Subang, Ketut berharap bisa mencapai harga Rp 15 ribu hingga Rp 16 ribu. Sedangkan Jawa Tengah setidaknya dapat mecapai Rp 14 ribu hingga Rp. 16 ribu. Harga di Jatim diharapkan dapat mencapai Rp 16 ribu hingga Rp 16.500, sedangkan Lampung mencapai kisaran Rp. 16 ribu hingga Rp. 17 ribu.
"Dengan naiknya harga ayam broiler hidup secara bertahap diharapkan awal bulan Oktober 2018 sudah dapat mencapai harga sesuai dengan harga acuan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan," ucapnya.
Menurut Ketut, kondisi daging ayam nasional pada tahun 2018 ini memang mengalami surplus, bahkan sudah ekspor. Ia menyebut potensi produksi karkas (daging ayam) tahun 2018 berdasarkan realisasi produksi DOC (Januari-Juni 2018) dan potensi (Juli-Desember 2018) sebanyak 3.382.311 ton dengan rataan perbulan sebanyak 27.586 ton. Sedangkan proyeksi kebutuhan karkas tahun 2018 sebanyak 3.051.276 ton dengan rataan kebutuhan per bulan sebanyak 254.273 ton.
"Jika produksi kita berlebih ini kan justru yang kita cari daripada produksinya kurang ini yang berbahaya. Kelebihan produksi ini yang kita sasar untuk tujuan ekspor, ini yang selalu kami imbau ke perusahaan integrator untuk terus menggenjot ekspor," ujarnya.
Selain karkas, saat ini Indonesia juga telah melakukan ekspor telur tetas ayam ras ke Myanmar, DOC (Day Old Chicken) ke Timor Leste dan produk daging ayam olahan ke Jepang, PNG, serta Myanmar.
Ia jelaskan bahwa pemerintah saat ini juga terus berupaya untuk mendorong peningkatan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia yang masih rendah.
"Dengan meningkatnya konsumsi protein hewani, maka akan berdampak terhadap peningkatan permintaan produk hewan termasuk daging unggas, sehingga dapat menyerap pasokan unggas di dalam negeri," pungkasnya. (ega/hns)