Dalam acara tersebut, Sri Mulyani menyampaikan kondisi ekonomi global saat ini sedang tidak menentu. Perubahan dinamika ekonomi global terjadi terutama pada kuartal I dan II 2018.
"Kita memasuki 2018 kuartal I dan II dinamika berubah cukup tinggi," kata dia dalam seminar tersebut di Jakarta, Rabu (2/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan dinamika itu disebabkan oleh normalisasi kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed). Hal itu berdampak pada pengetatan likuiditas.
"Yang untuk kalangan perbankan, anda semua memahami sangat baik, kalau bank AS normalisasi berarti dua yaitu interest meningkat dan likuiditas akan ketat dan dua hal mempengaruhi tone 2018 dan 2019," jelasnya.
Pada saat yang sama Presiden AS Donald Trump menerapkan berbagai kebijakan yang lebih ekspansif dengan memotong pajak dan mendorong belanja. Sri Mulyani melanjutkan kondisi ekonomi global menjadi tidak menentu karena terjadi perang dagang AS dan China.
"Situasi inilah mewarnai tahun 2018 dengan ketidakpastian global increasing interest rate, tightening liquidity, and trade war membuat revisi seluruh dinamika ekonomi 2018," ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, Sri Mulyani meyakini International Monetary Fund (IMF) akan merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global turun ke bawah dalam pertemuan tahunan IMF-Worlbank di Bali pekan depan.
"Secara global saya yakin Christine Lagarde (Managing Director) next week di Bali akan mengumumkan outlook untuk global ekonomi growth saya sudah melihat tanda-tandanya melalui pidato dan pernyataan di berbagai kesempatan kemungkinan revisi ke bawah," ujarnya.
"Itu karena dinamika ekonomi tahun 2018 menunjukan perdagangan global akan melambat, tadinya 5,1% 2017, tahun 2018 dan 2019 akan merosot ke 4,8% dan 4,5% di 2019," tutupnya.. (hns/hns)