Adaro Konversi Devisa Ekspor US$ 1,7 Miliar ke Rupiah

Adaro Konversi Devisa Ekspor US$ 1,7 Miliar ke Rupiah

Hendra Kusuma - detikFinance
Rabu, 03 Okt 2018 13:26 WIB
Foto: Agung Pambudhy/detikcom
Jakarta - PT Adaro Energy Tbk (ADRO) beserta mitranya sepakat untuk mengkonversi devisa hasil ekspor (DHE) ke dalam rupiah. Total satu tahun yang akan dikonversikan senilai US$ 1,7 miliar atau setara Rp 25 triliun.

Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk Garibaldi Thohir mengatakan, komitmen penggunaan rupiah dalam transaksi ini dalam rangka membantu pemerintah menstabilkan nilai tukar rupiah.

"Ini semoga impact-nya bisa kasih sesuatu yang positif buat negara," kata pria yang akrab disapa Boy Thohir di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Rabu (3/10/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dia menyebutkan konversi ini berlaku mulai dari penandatangan deklarasi bersama peningkatan transaksi rupiah bersama seluruh mitra kerjanya. Adapun deklarasi ini disaksikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

"Di dalam Adaro Grup memang pembayaran dolar AS kami ke mitra-mitra kami cukup besar. Maka, kami berinisiatif," jelas dia.

Boy menjelaskan, total transaksi per tahun dalam mata uang negeri Paman Sam mencapai US$ 1,9-2 miliar. Namun yang akan dikonversikan hanya sebesar US$ 1,7 miliar, sisanya memang tidak ditukarkan karena untuk transaksi yang harus menggunakan dolar AS.

"Jadi dengan (deklarasi) ini kita sama-sama pembayaran transaksi yang tadinya US$, kita sekarang bayar pakai rupiah. Ammount-nya, setahun kita melakukan pembayaran 1,7 miliar dolar. Dan itu kalau di konvert ke rupiah Rp 25 triliun," ungkap dia.


Boy merinci, dari total transaksi yang mencapai US$ 1,9-US$ 2 miliar, sekitar US$ 600-US$ 700 juta untuk bayar royalti, transaksi pembayaran bahan bakar sekitar US$ 400-US$ 500 juta, sisanya sekitar US$ 600-US$ 700 juta transaksi dengan para kontraktor atau mitra kerja Adaro.

Dia pun berharap, dengan komitmen deklarasi peningkatan transaksi rupiah dapat menguatkan nilai tukar mata uang garuda ke depannya.

"Ini kan supply demand. Misalnya, beli apa beli apa pakai dolar AS kan berarti demand-nya tinggi, kalau tinggi makin naik dia. Dengan gini kan demand dolar kan kurang, karena rupiah ke rupiah," ungkap dia. (hek/ara)

Hide Ads