Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual menilai, kondisi ekonomi dunia saat ini bisa berimbas negatif terhadap Indonesia. Pasalnya dunia saat ini dibayangi ancaman kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed, perang dagang (trade war), hingga gejolak harga minyak dunia.
"Itu ketiganya kurang baik. Dari sisi (suku bunga) The Fed yang sedang naik itu pengaruhnya mungkin ke modal portofolio yang bisa sewaktu waktu keluar ya," katanya saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Sabtu (13/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah (perang dagang) ini bisa mengurangi sebenarnya perdagangan global. Ini yang kita khawatirkan. Tentu secara riil, imbasnya ekonomi kita juga bisa menurun," paparnya.
Imbas perang dagang yang menyulitkan China ekspor ke AS juga bisa membuat Indonesia digempur barang impor dari negeri tirai bambu itu.
"Itu yang kita khawatir juga. Apalagi kita sekarang dengan teknologi digital makin memudahkan orang pesan barang. Jadi banyak dampak yang harus kita antisipasi," katanya.
"Yang ketiga sebenarnya minyak yang kita khawatir karena kita sekarang net oil importir. Jadi kita hampir separuh dari konsumsi minyak kita itu harus kita impor ya," sambung dia.
Harga minyak dunia bisa terancam naik lagi pasca AS memberi sanksi ke Iran. Iran bisa saja menutup Selat Hormuz. Kondisi ini tentu bisa mengganggu distribusi minyak dunia. Pasalnya hampir 2/3 minyak global melewati selat tersebut.
"Jadi gap harga domestik dengan harga internasional makin besar, ini memicu distorsi. Dan juga konsumsi BBM juga masih tinggi ya, dan itu dampaknya kita lihat ke current account deficit (defisit transaksi berjalan) kita," tambahnya.