Pemerintah Diminta Tingkatkan Infrastruktur di Sumatra Barat

Pemerintah Diminta Tingkatkan Infrastruktur di Sumatra Barat

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 15 Okt 2018 15:01 WIB
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Masyarakat Sumatera Barat mendorong pemerintah untuk bisa meningkatkan pembungan infrastruktur di sana. Hal itu untuk bisa menekan angka distribusi yang dapat menimbulkan biaya yang tinggi.

Demikian diungkapkan Ketua Forum Masyarakat Minang (FMM) Irfianda Abidin. Dia mengatakan, masyarakat juga meminta agar pembangunan infrastruktur dapat dibarengi dengan industrialisasi. Sehingga perekonoman tetap tumbuh .

"Saya kira pemerintah juga harus melakukan skala prioritas. Apakah insfrastruktur dulu atau masyarakatnya dikayakan dan industrinya dimajukan. Itu dilakukan guna menyaingi para pedagang dari luar, seperti Cina. Karena kami yakin masyarakat Minang bisa bersaing dengan mereka," kata Irfianda dalam keterangannya, Senin (15/10/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut dia, Sumatra Barat saat ini tengah membutuhkan peningkatan infrastruktur yang memadai. Kendati demkian, pihaknya juga meminta agar pemerintah memperhatikan perekonomian pada sektor riil.

Lanjut Buya Irfianda, ada saatnya nanti industri yang dibangun di Jawa perlu dikembangkan kembali di Sumatera Barat. Dan dia pun menilai orang Padang sangat piawai dalam perdagangan.

"Saya sudah contohkan, Pak Samsudin seorang Pariaman dia yang memproduksi salah satu merek celana jeans, kemudian di ekspor ke luar negeri. Saat era Soharto dollar berada pada level Rp 2.600, kemudian krisis 98 naik menjadi Rp 12.000. Ternyata kenaikan dolar bagi Samsudin berdampak devisa yang luar biasa. Kalau hal itu banyak dilakukan oleh pengusaha Padang yang lain, tentunya dapat meningkatkan pereknomian di Bumi Minang," ujarnya.

Sementara itu, Pakar Ekomomi Universitas Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat Prof.Dr. H. Dinid S Damanhuri, SE.MS.DEA, mengungkapkan index logistik Indonesia tercatat paling rendah dibandingkan negara-negara berkembang yang ada di dunia.

Hal itu dinilai akan berdampak pada high cocst economi (ekonomi dengan biaya tinggi). Menurutnya, persoalan yang paling mendasar adalah minimnya infrastruktur yang tersedia saat ini. Untuk itu, pihaknya sangat mendukung upaya pemerintah dalam menggenjot sejumlah proyek strategis nasional (PSN) yang tersebar di sejumlah wilayah di tanah air.

"Seperti pembangunan jalan tol, peningkatan sejumlah bandara, pembangunan tol laut serta pengadaan kereta cepat. Hal ini tentunya diharapkan dapat mempercepat proses distribusi logistik sehingga biaya ekonomi dapat ditekan," ujar Prof. Didin saat memberikan paparannya pada diskusi tersebut.

Namun, kata dia, ketika terjadi pembangunan tentunya dibutuhkan pembiayaan yang cukup besar sehingga ada komponen utang luar negeri (ULN) untuk membiayai infrastruktur tersebut.

Sementara itu, terkait dengan melemahnya nilai tukar rupiah yang terjadi dalam beberapa pekan belakangan ini, menurut dia, hal itu diakibatkan adanya dampak eksternal.

Ia pun meyakini persoalan tersebut bukan hanya dialami oleh Indonesa, akan tetepi sejumlah negara maju dan negara berkembang ikut terdampak ekonomi global akibat adanya perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina.

"Bahkan apabila perang dagang antara AS dan Cina ini terus berkelanjutan, banyak pengamat mengatakan bisa mendekati perang dunia ke tiga dan ini yang menjadi kekhawatiran. Apa dampaknya pada perekonomian Indonesia dikala komponen hutang luar negeri meningkat untuk pembangunan innfrastuktur, tentunya pemerintah telah melakukan langkah-langkah stretegis diantaranya meningkatkan tarif kepada beberapa item produk impor," katanya.

Dia pun menyarankan sumber devisa negara yang disimpan di luar negeri agar dapat ditarik dan disimpan didalam perbankan nasional.

"Prosesnya bisa saja melalui PEPPU maupun payung hukum yang lainnya. Kalau itu dilakukan, kami optimis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS bisa dibawah Rp 13.000," katanya. (das/fdl)

Hide Ads