Kepala BPS Suhariyanto pun mengakui lembaganya ikut berkontribusi dalam penyaluran data tersebut.
"Bahwa untuk membenahi data beras ini luar biasa beratnya. BPS juga ikut berkontribusi salah, tidak cepat mengubah metodologinya," kata dia di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta Timur, Kamis (25/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita semua, BPS juga para pengamat ekonomi sebenarnya sudah menduga lama mengenai kekurangakuratan data produksi ini," sebutnya.
"Indikasinya apa? misalnya saja kalau kita bilang produksi berasnya surplus. Kenapa harga berasnya tinggi ya, kenapa kita masih impor ya. Jadi kalau kita gandeng gandengkan ada yang tidak konsisten, nggak koheren, tidak membentuk sebuah cerita yang utuh," paparnya.
Pemerintah bersama BPS kini tengah berupaya memperbaiki metodologi penghitungan produksi beras. Bahkan hal itu sudah di bawa ke dalam rapat bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Metode adalah Kerangka Sampel Area (KSA). KSA sendiri merupakan metode perhitungan luas panen khusunya tanaman padi dengan memanfaatkan teknologi citra satelit yang berasal dari Badan Informasi dan Geospasial (BIG) dan peta lahan baku sawah yang berasal dari Kementerian ATR.
"Kita ketemu metodologi ini dengan catatan yang kita pikir bahwa metodologinya harus objektif, kemudian dengan teknologi terkini, hasilnya bisa cepat dan setransparan mungkin," tambahnya.
Tonton juga 'Jurus BPS Benahi Kekeliruan Data Produksi Beras':
(hns/hns)