Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengatakan pertimbangan impor beras dilihat dari kenaikan harga yang menandakan pasokan beras di pasaran berkurang.
Pasalnya, terjadi kekeringan di beberapa daerah sentra produksi. Kekeringan ini memengaruhi masa tanam dan menyebabkan mundurnya musim panen. Untuk itu, diperlukan impor beras kembali sebelum Januari 2019. Langkah ini dilakukan guna menghindari kenaikan harga yang terus merangkak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, keperluan impor juga berkaitan dengan data surplus beras yang hanya mencapai 2,8 juta ton. Padahal, angka tersebut jauh di bawah angka estimasi Kementerian Pertanian sebesar 16,31 juta ton.
Sehingga, dikhawatirkan akan terjadi kekosongan guna memenuhi kebutuhan di kemudian hari.
"Dengan menyadari bahwa surplus beras yang dimiliki Indonesia saat ini tidak sebesar perkiraan sebelumnya, tidak menutup kemungkinan bahwa tingginya permintaan beras pada saat-saat tertentu membuat beras yang terserap melebihi estimasi konsumsi dan pada akhirnya menurunkan estimasi surplus. Dengan begitu pemerintah perlu mempertimbangkan penggunaan instrumen impor sebagai bentuk pengendalian harga yang terjangkau bagi konsumen," pungkas dia.
Sementara itu, Ketua Umum Perpadi Sutarto Alimoeso memperingatkan bakal adanya kekosongan beras di awal tahun. Hal ini karena adanya jeda waktu pola tanam dan panen selama enam bulan.
Tonton juga 'BPS: Indonesia Surplus Beras, Tapi Cuma Cukup Sebulan':
(fdl/fdl)