Sebelumnya mereka merevisi proyeksi dolar AS tahun ini menjadi Rp 15.600. Hal itu lantaran gonjang-ganjing perekonomian global yang terjadi.
Proyeksi itu lantaran melihat ketegangan gejolak perekonomian global yang kian membaik. Selain itu beberapa waktu terakhir dana asing yang keluar mulai kembali masuk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya di sisa akhir tahun ini ada 2 kemungkinan yang membuat rupiah bisa kembali melemah yakni rencana kenaikan suku bunga AS (Fed Rate) sekali lagi di Desember 2018 dan data neraca perdagangan RI yang kemungkinan masih defisit.
Untuk kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed masih bisa diantisipasi dengan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yaknk BI 7 days reverse repo rate juga satu kali lagi sebesar 25 basis point. Saat ini suku bunga BI berada di level 5,75%.
Baca juga: Hati-Hati! Rupiah Masih Bisa Melemah Lagi |
"Jadi selama tidak ada gejolak terlalu besar potensi penguatan akan berlanjut," tambahnya.
Dia menilai penguatan rupiah belakangan ini lebih karena dolar AS yang melemah terhadap mayoritas mata uang dunia. Ada dua sentimen yang membuat indeks dolar AS turun, salah satunya tercapainya kesepakatan Brexit yang membuat mata uang euro menguat.
"Brexit deals bahwa perusahaan jasa keuangan Inggris masih diperbolehkan akses ke pasar Eropa. Ini akhirnya membangun sentimen positif di market," ujarnya.
Selain itu dolar AS juga melemah setelah adanya sinyal positif dari meredanya tensi perang dagang. Presiden AS Donald Trump sudah melakukan pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping.
Baca juga: Money Changer Ini Jual Dolar AS Rp 14.765 |
Dari sisi dalam negeri, mata uang rupiah ditopang dengan data makro ekonomi. Belum lama ini BPS merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III-2018 di level 5,17%.
"Pertumbuhan ekonomi di luar ekspektasi, ini bagus. Kalau lihat beberapa sentimen positif yang mendukung rupiah jadi lebih ke capital inflow setelah beberapa bulan terakhir dana asing keluar karena pemulihan ekonomi AS," tambahnya. (das/ang)