Soal Surplus Jagung, Kementan: Hitung dari Neraca Ekspor-Impor

Soal Surplus Jagung, Kementan: Hitung dari Neraca Ekspor-Impor

Akfa Nasrulhak - detikFinance
Jumat, 09 Nov 2018 13:57 WIB
Foto: ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani
Jakarta - Direktur Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Bambang Sugiharto menegaskan kembali bahwa produksi jagung dalam negeri tahun ini mengalami surplus. Dia mengatakan data tersebut bisa dilihat dari neraca perdagangan ekspor dan impor.

"Sederhananya begini, tidak usah pakai data data produksi dari pada diperdebatkan lagi validitasnya. Cukup hitung dari neraca perdagangan ekspor-impor," demikian tegas Bambang dalam keterangan tertulis, Jumat (9/11/2018).

Dia menjelaskan, hitungan surplus jagung dimulai Januari hingga September 2018 yang telah melakukan ekspor 372 ribu ton dikurangi rencana impor 100 ribu ton. Jadi di tahun ini surplus 272 ribu ton. Ditambah lagi dengan menghemat stop impor selama sekitar 3,5 juta ton per tahun setara Rp 10 triliun. Maka menurutnya, surplus total menjadi 3,77 juta ton setahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini rumusnya 372.000 dikurang 100.000 sama dengan 272.000. Ini adalah hitungan sederhana saat pelajaran waktu SD," jelas Bambang.


"Orang yang mengatakan tidak surplus kemungkinan antek-antek dan corong mafia yang selama ini diperangi Kementan. Mereka hanya asbun (asal bunyi) sehingga memperdaya publik," imbuhnya.

Pendapat Bambang juga diamini Direktur Jenderal Tanaman Pangan Sumardjo Gatot Irianto. Ia mengatakan impor jagung sebanyak 100 ribu ton masih tergolong kecil ketimbang ekspor.

"Tidak mengerti jagung surplus. Itu impor jagung 100 ribu sangat kecil," ucapnya.

Di sisi lain, Bambang malah mempertanyakan kebijakan impor beras yang menurutnya masih belum bisa menurunkan harga di pasaran. Padahal, kata dia, stok beras melimpah.

"Beras impor sudah masuk, artinya suplai banyak dan ditambah data BPS surplus 2,8 juta ton, stok beras Bulog kini 2,7 juta ton, stok di PIBC dua kali lipat, tapi harga tak kunjung turun, ini aneh pasti ada mafia bermain," ungkapnya.

"Bahkan kabar burung beredar dalam urusan impor pangan ada fee Rp 2 juta per ton. Aroma bau busuk dan amis ini yang semestinya harus audit," bebernya.

Ia mengaku bahwa pihaknya selama ini telah tegas dalam memberantas mafia pangan. Hingga saat ini Kementan telah melakukan blacklist 15 perusahaan.

"Ya sebentar lagi menyusul tambah blacklist 21 perusahaan lagi," tegasnya.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Pertanian Amran Sulaiman Direktur Utama Food Station Arief Prasetyo Adi, Direktur Pengadaan Perum Bulog Bacthiar, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Tri Wahyudi Saleh, dan Kepala Satgas Pangan Setyo Waseso, serta Kepala Badan Ketahanan Pangan Agung Hendriadi melakukan operasi pasar di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Kamis (8/11).

Dalam kesempatan itu Dirut BULOG Budi Waseso menyatakan saat ini tidak perlu impor sebab Bulog memiliki stok 2,7 juta ton.

"Sampai hari ini kami harus menyewa gudang, Bulog akan sulit mencari gudang untuk menampung beras impor masuk, bahkan bisa jadi tahun depan kita malah ekspor," sebutnya.


Sementara itu dalam operasi pasar, diketahui terdapat beras medium yang diubah menjadi beras premium agar harganya lebih tinggi. Dalam hal ini, Ketua Satgas Pangan Pusat Irjen Setyo Wasisto menegaskan akan melakukan pengawasan.

"Kita akan lakukan cek di lapangan dan uji laboratorium juga atas kualitas beras yang ada di lapangan," tegasnya.

Pada kesempatan tersebut Menteri Pertanian Amran Sulaiman menegaskan tak akan segan untuk memberantas mafia pangan.

"Kementan tidak kompromi dengan mafia dan para pemburu rente, titik," tegasnya. (ega/hns)

Hide Ads