KEIN Nilai Kemandirian Energi Harus Diwujudkan

KEIN Nilai Kemandirian Energi Harus Diwujudkan

Moch Prima Fauzi - detikFinance
Senin, 12 Nov 2018 16:05 WIB
Foto: KEIN
Jakarta - Upaya mendorong bauran energi dinilai menjadi langkah strategis untuk memperkuat kondisi cadangan devisa dalam jangka pendek serta ketahanan dan kemandirian dan ketahanan energi dalam jangka panjang.

Ekonom Arif Budimanta menjelaskan, realisasi transaksi finansial per kuartal III/2018 yang hanya sebesar US$ 4 miliar belum mampu menutupi defisit transaksi berjalan per kuartal III/2018 yang mencapai US$ 8 miliar. Akibatnya, neraca pembayaran atau balance of payment secara keseluruhan per kuartal III/2018 mengalami defisit. Kondisi ini, dikatakan Arif, mempengaruhi cadangan devisa yang dikelola Otoritas Moneter.


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total impor migas dari Januari 2018 sampai dengan September 2018 mencapai US$ 22 miliar atau sekitar 16% dari total impor. Kontribusinya terhadap defisit neraca perdagangan sebesar US$ 9,38 miliar.

"Salah satu penyumbang defisit transaksi berjalan adalah impor migas sehingga ketahanan energi dinilai perlu, bukan hanya dalam konteks pemenuhan sumber energi," jelasnya, usai menyampaikan materi dalam acara "Dialog Energi" yang diselenggarakan Dewan Pertimbangan Presiden di Jakarta, dalam keterangan tertulis, Senin (12/10/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Arif, penggunaan energi lain dan energi terbarukan bisa dijadikan langkah untuk mencapai ketahanan energi. Pasalnya, jumlah cadangan minyak bumi terbukti kian menipis dari tahun ke tahun. Per 2017, jumlah cadangan terbukti adalah 3170,9 MMSTB.

Kemudian, sebagian besar produksi listrik di Indonesia mengandalkan batu bara sebagai bahan bakar. Menurutnya, konsumsi terhadap komoditas tersebut semakin meningkat setiap tahun, sementara cadangannya semakin berkurang.

"Indonesia memiliki potensi energi terbarukan bermacam jenis, seperti energi laut, angin, tenaga surya, minihidro dan mikrohidro, tenaga air, hingga panas bumi. Hanya saja kendalanya ialah keterbatasan akses pembiayaan akibat ketidakbiasaan institusi finansial dalam negeri terhadap investasi energi terbarukan," papar Arif.

Selain itu, penggunaan energi secara efisien juga dinilai perlu menjadi kebijakan energi pemerintah sebagai langkah mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi. Penerapan efisiensi energi ini, kata Arif, juga diterapkan oleh Jerman yang tertuang dalam Energy Concept 2050.

"Jerman mengurangi penggunaan energi dalam bangunan dan mengganti sistem pemanas dengan yang baru dan mengalihkan sumber-sumber energi terbarukan," ucapnya.


Jerman juga mengimplementasikan transportasi yang efisien dengan mengembangkan battery electric vehicle, fuel cell vehicle dan car sharing. Pengembangan energi terbarukan pun dilakukan menggunakan solar dan angin.

"Dengan demikian, Indonesia harus mengoptimalkan dan memprioritaskan penggunaan energi untuk kebutuhan pembangunan dalam negeri serta mendorong upaya-upaya efisiensi energi yang dapat dilakukan oleh rumah tangga dan industri," pungkas Arif. (ega/hns)

Hide Ads