PII Indonesia adalah neraca yang menunjukkan nilai dari aset atau tagihan dan kewajiban finansial Indonesia terhadap asing pada suatu waktu tertentu. Perkembangan tersebut sejalan dengan peningkatan posisi kewajiban finansial luar negeri (KFLN) yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan posisi aset finansial luar negeri (AFLN).
Yang termasuk KFLN adalah utang luar negeri, surat berharga, foreign direct investment (FDI). Kewajiban asing ini meningkat sejalan dengan mengalirnya modal asing ke dalam negeri. Pada akhir kuartal III 2018, posisi KFLN naik US$ 1,6 miliar atau 0,3% (qtq) menjadi US$ 633,6 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Akhir Tahun Rupiah Masih Kemurahan |
Peningkatan posisi KFLN lebih lanjut tertahan oleh faktor penguatan dolar AS terhadap rupiah yang berdampak pada penurunan nilai instrumen investasi berdenominasi rupiah.
Posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN) Indonesia meningkat terutama didorong oleh transaksi perolehan AFLN dalam bentuk investasi lainnya. Posisi AFLN pada akhir triwulan III 2018 naik 0,5% (qtq) atau US$ 1,5 miliar menjadi US$ 336,6 miliar. Selain investasi lainnya, peningkatan posisi AFLN juga ditopang oleh transaksi perolehan aset investasi langsung dan investasi portofolio.
Bank Indonesia memandang perkembangan PII Indonesia pada triwulan III 2018 masih tetap sehat. Hal ini tercermin dari rasio neto kewajiban PII Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang relatif stabil di kisaran rerata negara peers sekitar 29%. Di samping itu, struktur neto kewajiban PII Indonesia juga didominasi instrumen berjangka panjang.
Meski demikian, BI akan tetap mewaspadai risiko neto kewajiban PII terhadap perekonomian. Ke depan, BI meyakini kinerja PII Indonesia akan semakin baik sejalan dengan terjaganya stabilitas perekonomian dan berlanjutnya pemulihan ekonomi Indonesia didukung oleh konsistensi dan sinergi bauran kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan reformasi struktural. (kil/zlf)