Menengok Rencana Besar Prabowo-Sandi Pangkas Pajak Penghasilan

Menengok Rencana Besar Prabowo-Sandi Pangkas Pajak Penghasilan

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Selasa, 15 Jan 2019 07:50 WIB
1.

Menengok Rencana Besar Prabowo-Sandi Pangkas Pajak Penghasilan

Menengok Rencana Besar Prabowo-Sandi Pangkas Pajak Penghasilan
Jakarta - Pihak Capres dan Cawapres no urut 2 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mau pangkas pajak penghasilan. Rencana tersebut telah masuk ke dalam program dan visi misi yang dicanangkan Prabowo.

Tim ekonomi Partai Gerindra, Harryadin Mahardika membenarkan program itu memang masuk ke dalam program kerja yang dicanangkan Prabowo-Sandi.

"Yang di taruh di visi-misi adalah pemotongan pajak PPh 21 untuk individu, untuk penghasilan. Kita sudah simulasikan, PPh 21 kita akan potong 5-8%," kata Harryadin kepada detikFinance, Senin (14/1/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Simak halaman berikutnya untuk melihat rangkuman mengenai program kerja Prabowo-Sandi yang dihimpun detikFinance.
Harryadin Mahardika mengatakan program tersebut dapat menstimulasi ekonomi negara. Menurutnya, masyarakat dapat mengoptimalkan uangnya dengan pemangkasan jumlah pajak.

"Alasannya sederhana kita berikan stimulus untuk perekonomian. Jadi perekonomian kita ini kan rada mandeg ya karena pajak yang dipungut tidak di alokasikan dengan tepat," kata Harryadin.

Menurut Harryadin masyarakat akan lebih optimal menggunakan uangnya sendiri daripada masuk ke pajak. "Kalau kita tidak pungut tapi memotong, sehingga uang itu ada di masyarakat kita yakin mereka akan optimal alokasikan uang itu," tambahnya.

Dia menyimpulkan intinya program ini mau membuat konsumsi masyarakat menjadi bergairah. "Jadi intinya kami mau buat masyarakat itu bergairah konsumsinya, jadi ekonomi pun ikut bergairah," katanya.

Menurut Harryadin dengan pemangkasan pajak tidak akan berpengaruh pada pemasukan negara. Pihaknya justru meyakini pemasukan negara akan bertambah dari sektor pajak lain yakni pajak pertambhan nilai (PPN).

"Nggak (berkurang), karena kita sudah melihat pajak yg dipotong itu akan digunakan konsumsi oleh masyarakat," kata Harryadin.

Ia menerangkan, dengan pemangkasan PPh, masyarakat jadi memiliki lebih banyak uang yang bisa digunakan untuk belanja. Dari belanja masyarakat ini lah pemerintah bisa menerima PPN dari setiap transaksi yang dilakukan.

"Jadi intinya kami mau buat masyarakat itu bergairah konsumsinya, jadi ekonomi pun ikut bergairah. Itu nanti akan ditangkap lagi oleh PPN kan jadi kegiatan ekonomi yang ter-multiplayer, kegiatan ekonomi itu kan jadi pajak lagi," katanya.

Pemangkasan itu rencananya akan sebesar 5% sampai 8% dari posisi saat ini. Adapun saat ini, PPh seperti tercantum dalam pasal 17 Undang-undang Nomor 36/2008 ditetapkan besaran PPh sebagai berikut:

5% untuk penghasilan sampai dengan Rp 50.000.000/tahun

15% untuk penghasilan Rp 50.000.000-Rp 250.000.000/taun

25% untuk penghasilan di atas Rp 250.000.000 ke Rp 500.000.000/tahun

30% untuk penghasilan di atas Rp 500.000.000/tahun.

Hingga kini, pajak penghasilan di Indonesia paling rendah 5% untuk penghasilan Rp 50 juta setahun dan tertinggi 30% untuk penghasilan di atas Rp 500 juta.

Harryadin pun mengatakan pihaknya pun berniat memotong pajak badan usaha. Namun pihaknya mengatakan hal itu masih dikaji pihaknya.

"Kalau yang PPh badan, sudah ada kajian tapi belum kami masukan ke visi-misi. Kami merasa belum siap dimasukkan, kami melihat perlu ada simulasi lebih detil," ungkap Harryadin.

Pengamat Perpajakan dari Center of Indonesia Taxtion Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengatakan justru pajak sangat dibutuhkan untuk penerimaan negara. Menurutnya, harusnya pajak khususnya pajak penghasilan pribadi tidak diturunkan.

"Kalau untuk argumen mengenai tidak mengganggu penerimaan pajak saya kira tidak begitu. Justru kita butuh pajak bukan malah dikurangi, itu jadi andalan penerimaan negara," kata Yustinus.

Yustinus mengatakan bahwa permasalahan sesungguhnya bukanlah penarifan pajak, namun tingkat kepatuhan pajak yang kurang.

"Justru masalahnya itu tingkat kepatuhan pajak. Pajak segini aja banyak yang tidak bayar apalagi diturunkan," katanya.

"Lebih baik memberikan insentif dengan target, daripada mengubah tarif. Insentif menargetkan masyarakat yang membutuhkan, misalnya mungkin pengurangan pajak untuk masyarakat penerimaan rendah, kaum difabel, dan lainnya," kata Yustinus.

Yustinus juga mengatakan tarif pajak penghasilan di banyak negara justru naik. Selain itu progresivitas nilai pajak pun harus diperhatikan untuk agar tidak adanya ketimpangan.

"Trennya di dunia itu PPh pribadi justru naik, dengan pengaturan progresivitasnya yang benar. Yang penghasilannya besar pajak harus makin tinggi, dengan begitu bisa mengurangi ketimpangan," katanya.

Yustinus juga mengingatkan, memang di tahun politik seperti sekarang perang ide itu penting. Namun, seharusnya bukan cuma menarik saja tapi harus jelas dan masuk akal.

"Idenya memang menarik, siapa yang gak mau punya pajak kecil kan. Perang ide memang wajar tapi perlu di cek lagi validitas dan rasionalitasnya," kata Yustinus.

Hide Ads