PT Citilink Indonesia merupakan salah satu maskapai yang ikut mengeluhkan meningkatnya beban operasional lantaran kenaikan harga BBM avtur sepanjang 2018. Selain avtur anak usaha dari PT Garuda Indonesia juga mengeluhkan fluktuasi nilai tukar.
"Pada 2018 bagaimana airlines dalam hal ini Citilink sangat berat untuk mencapai profit," kata Direktur Utama PT Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo di Penang Bistro, Jakarta, Selasa (15/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setiap kenaikan 1 sen dolar per liter efeknya akan tambah biaya operasi US$ 4,7 juta," terangnya.
Sementara untuk setiap pelemahan nilai tukar rupiah sebesar Rp 100, biaya operasional perusahaan bertambah US$ 5,3 juta per tahun.
"Sehingga di 2018 kami menghitung tambahan biaya yang terjadi fuel dan forex dan kenaikan biaya bandara menaikkan cost secara keseluruhan 13,5% atau US$ 102 juta di 2018," tambahnya.
Untuk menutupi kenaikan biaya itu Citilink melakukan berbagai upaya. Salah satunya dengan menjual ruang iklan di dalam pesawat.
"Makanya kalau naik Citilink ada banyak iklan dirak di atas. Di bagian luar pesawat juga ada. Itu menambah revenue. Kemudian kita jual makanan. Selain itu kami juga sudah mengubah SOP bagasi dari free 20 kg menjadi 0 kg," tutupnya. (das/zlf)