"Sekarang berdasarkan data sih masih 70% bahan baku tekstil kita impor. Saya kira kita bisa dikatakan belum merdeka dalam bahan baku itu," kata Ketua Umum KTTI Tengku Ryo Rizqan saat ditemui di Museum Tekstil, Jakarta, Kamis (24/1/2019).
Sementara bahan baku yang tersedia di dalam negeri menurut dia masih kurang. Mau tidak mau untuk produk tenun untuk dipakai tetap harus mengandalkan bahan baku impor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahan baku tersebut diimpor dari China, Jepang, dan India, yang mana ketika dolar AS sedang tinggi membuat harga bahan baku ikut naik.
"Makanya KTTI dulu terbentuk gara gara harga kain melonjak, harga benang melonjak. Itu kita kumpul para pengrajin segala macam yang juga pelaku usaha gimana ya. Akhirnya kita coba saling bersubsidi deh," jelasnya.
Untuk itu, pemerintah diharapkan bisa memerhatikan industri hulu tekstil untuk menciptakan bahan baku lokal. Itu demi membuat ketergantungan terhadap bahan baku impor berkurang.
"Saya kira sih kalau masalah nilai tukar rupiah, nilai kurs kita itu kan suatu persoalan kompleks. Tapi harapan saya pemerintah itu sebenarnya pemerintah harus tegas saja. Harus tegas lebih kepada mendukung industri hulu tekstil secara lokal," ujarnya.
"Misalnya mendukung pabrik pabrik benang. Itu saja dulu supaya kita bisa swasembada benang minimal lah itu. Nah itu sudah cukup membantu. Kan sekarang benang juga kita impor. Saya kira kenapa benang kita impor. Kita bisa tanam kapas kok," tambahnya. (zlf/zlf)