Rapat tersebut memanas saat melakukan pembahasan mengenai permintaan bea 0% untuk ekspor etil alkohol atau etanol dari Pakistan.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah melakukan perjanjian perdagangan dengan Pakistan. Perjanjian tersebut pun sudah disahkan lewat Peraturan Presiden, padahal belum ada persetujuan dari DPR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah yang jadi perdebatan adalah permintaan Pakistan untuk mengekspor etanol dengan bea masuk 0%. Etanol sendiri diketahui dapat menjadi bahan baku untuk minuman keras beralkohol.
Oleh karena itu di dalam sesi diskusi, Lili Asdjudiredja dari Fraksi Golkar melontarkan kritikan terhadap bea masuk 0% untuk etanol. Dia menilai hal tersebut makin memudahkan produksi minuman keras, yang menurutnya sangat berbahaya untuk Indonesia.
"Saya tolak nomor 7 mengenai etil alkohol itu, karena etil alkohol ini bahan minuman keras. Orang sesama muslim ini harus care, kami tidak setuju," ungkap Lili saat hadiri rapat di Ruang Rapat Komisi VI DPR RI, Jakarta, Senin (11/2/2019).
Bahkan, Lili menjelaskan bahayanya minuman alkohol lebih besar daripada narkoba. Dia menjelaskan di Dapil ia terpilih ada puluhan orang meninggal dunia karena minuman keras beralkohol.
"Gila ini! Harusnya kita lihat dampak daripada impor (etil alkohol) ini. Minol (minuman beralkohol) lebih bahaya dari narkoba, 41 orang di Dapil saya meninggal karena minol," tegas Lili.
Lalu, Iskandar Dzulkarnain Syaichu dari Fraksi PPP dan Adang Daradjatun dari Fraksi PKS pun ikut menanggapi. Mereka meminta Mendag untuk menjawab surat yang dilayangkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang keberatan dengan bea etil alkohol 0%.
"Saya tidak sekeras Pak Lili, saya hanya ingin tahu respons pemerintah mengenai surat yang dilayangkan MUI. Sikap pemerintah mengenai etil alkohol bagaimana?" ungkap Adang.
"Iya saya juga mungkin mau minta klarifikasi saja mengenai surat dari MUI," tambah Adang. (ara/ara)