Jokowi Permudah Ekspor Mobil Demi Neraca Dagang Kinclong

Jokowi Permudah Ekspor Mobil Demi Neraca Dagang Kinclong

Tr - detikFinance
Rabu, 13 Feb 2019 09:22 WIB
1.

Jokowi Permudah Ekspor Mobil Demi Neraca Dagang Kinclong

Jokowi Permudah Ekspor Mobil Demi Neraca Dagang Kinclong
Foto: Pradita Utama
Jakarta - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus mencari cara untuk meningkatkan ekspor. Itu dilakukan guna menyeimbangkan neraca perdagangan di Indonesia yang hingga kini masih defisit.

Jurus baru dikeluarkan pemerintah untuk menggenjot ekspor. Kali ini dilakukan penyederhanaan aturan ekspor kendaraan bermotor dalam bentuk jadi (completely build up/CBU).

Seperti apa jurus pemerintah tersebut? Baca berita selanjutnya.
Penyederhanaan prosedur ekspor tersebut dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Dirjen BC nomor PER-01/BC/2019 tanggal 1 Februari 2019.

"Peraturan Dirjen ini tertanggal 1 Februari 2019. Jadi sudah mulai berjalan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam paparan di Jakarta, Selasa (12/2/2019).

Kemudahan yang dituangkan dalam peraturan tersebut terdiri dari berbagai poin. Pertama, pemasukan kendaraan CBU ke Kawasan Pabean tempat pemuatan dapat dilakukan sebelum pengajuan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

Kedua, pemasukan tidak memerlukan Nota Pelayanan Ekspor (NPE), dan pembetulan PEB paling lambat 3 hari sejak tanggal keberangkatan kapal.

Sri Mulyani menjelaskan sebelum aturan baru ini berlaku setiap kendaraan bermotor yang akan diekspor wajib mengajukan PEB, menyampaikan NPE. Jika terdapat kesalahan maka pembetulan jumlah dan jenis barang harus dilakukan paling lambat sebelum masuk Kawasan Pabean. Itu membuat waktu yang diperlukan lebih lama.

Ditambah masih diperlukan proses grouping atau pengelompokan ekspor yang sangat kompleks, seperti berdasarkan waktu keberangkatan kapal, negara tujuan, vehicle identification number (VIN), jenis transmisi, sarana pengangkut, waktu produksi, dan lainnya.

Sri Mulyani menyebut adanya aturan tersebut bisa menciptakan efisiensi bagi pengusaha yang mengekspor kendaraan bermotor dalam bentuk jadi (completely build up/CBU).

"Menurut estimasi, simplifikasi itu yang terbesar jumlah total cost efisiensi Rp 314,4 miliar per tahun," katanya saat berkunjung ke Pelabuhan Indonesia Kendaraan Terminal (IKT) Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/2/2019).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu memaparkan berdasarkan studi yang dilakukan oleh PT Astra Daihatsu Motor, menunjukkan adanya penurunan average stock level atau tingkat stok rata-rata sebesar 36% dari 1.900 unit per bulan menjadi 1.200 unit per bulan.

Kebutuhan truk untuk transportasi juga turun sebesar 19% per tahun sekitar Rp 685 juta dari 26 unit menjadi 21 unit, dan biaya logistik yang terdiri dari manhour, trucking cost, direct dan indirect materials turun hingga 10%.

Berikutnya, studi juga dilakukan oleh Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas (APJP), yang mana menurut Sri Mulyani terjadi penurunan biaya logistik terkait storage dan handling menjadi sebesar Rp 600 ribu per unit.

"Itu bisa membuat industri mobil kita lebih kompetitif. Juga biaya truk hemat Rp 150 ribu per unit. Jadi (penghematannya) Rp 750 ribu," tambahnya.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengungkapkan akan ada perusahaan dari Eropa dan Asia yang berinvestasi di Indonesia dengan nilai total sekitar US$ 800-US$ 900 juta atau setara Rp 12,6 triliun (kurs Rp 14.000 per dolar AS).

Airlangga menyebut, perusahaan yang belum bisa dipublikasikan namanya itu akan mengucurkan modalnya di Indonesia untuk membangun industri kendaraan listrik.

Dia mengatakan, perusahaan yang dimaksud sudah menyampaikan minatnya secara lisan. Minat tersebut, menurutnya tak lepas dari berbagai kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong investasi di sektor otomotif.

"Ada beberapa paket diloloskan terkait mobil listrik, vokasi dan penelitian sehingga masuk investasi yang secara lisan di pipeline akan investasi US$ 800 juta," katanya saat berkunjung ke Pelabuhan Indonesia Kendaraan Terminal (IKT) Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/2/2019).

Menurutnya, perusahaan tersebut menargetkan memulai produksi di Indonesia per tahun 2022. Nantinya itu bakal mendukung ekspor. Kata Airlangga 50% produksi akan diekspor dan 50% sisanya untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri.

"Mereka komitmen bangun industri kendaraan listrik tahun produksi 2022," sebutnya.

Hide Ads