Jalan panjang telah dilewati Evani, dari anti terhadap kopi sampai cinta mati pada kopi. Khususnya, kopi nusantara.
Titik awal dia bergelut di dunia kopi dimulai tahun 2012. Evani merupakan lulusan Universitas Berkeley. Usai lulus, dia bekerja sebagai salah satu auditor di negara Paman Sam, Amerika Serikat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Evani bukan pecinta kopi kala itu. Ia enggan minum kopi karena sejumlah alasan, karena khawatir efek perut sakit hingga kepala pusing.
Tapi, dia juga tak enak menolak tawaran temannya tersebut. Mau tak mau, dia menyeruput kopi yang diberikan oleh temannya.
"Saya minum kopi, kaget, loh kok rasanya nggak kayak yang saya pikirkan, ternyata rasanya enak. Waktu itu habis kok nggak sakit normal-normal saja," katanya kepada detikFinance, di First Crack Coffee Jakarta, Selasa (12/2/2019).
Evani pun penasaran dan bertanya asal kopi tersebut. Diketahui, kopi itu berasal dari Sumatera alias kopi lokal Indonesia.
Evani kemudian sempat mengecek ke sejumlah kedai-kedai kopi di Amerika. Hasilnya, berdasarkan temuannya banyak kedai yang menjual kopi lokal Indonesia. Saat itu, Evani hanya sebatas bangga karena kopi lokal ternyata bisa tembus pasar mancanegara.
Tahun 2014, Evani balik ke kampung halamannya Semarang karena merasa cukup untuk tinggal di luar negeri dan ingin berkontribusi di Tanah Air.
Sejalan dengan itu, ia pun mulai mengonsumsi kopi. Awalnya, dia berasumsi jika kopi di luar negeri enak, pasti sama dengan di dalamnya negeri. Rupanya tidak, kopi yang ia temui jauh dari ekspektasi.
Belakangan ia ketahui, kopi berkualitas baik justru diekspor. Orang dalam negeri tak menikmati kopi berkualitas baik.
"Dari sana saya merasa sudah saatnya membangkitkan apresiasi terhadap kopi-kopi Indonesia. Maka saya memutuskan OK mungkin ini jalannya sebagai warga negara Indonesia harus bisa kontribusi terhadap Indonesia melalui kopi," ujarnya.
Evani pun berkeliling Indonesia untuk mencari kopi-kopi dengan kualitas baik. Kemudian, ia juga mempelajari teknik-teknik pengolahan kopi.
Berbarengan dengan itu, Evani juga mengambil sejumlah pendidikan tentang kopi hingga mendapat sertifikasi Licence Q-Grader dan SCA (Speciality Coffee Association) Coffee Diploma.
"Waktu itu saya jadi Coffee Diploma pertama di Indonesia," ujarnya.
Singkat cerita, dari pengalaman yang ia rasakan, rupanya sulit untuk belajar kopi di dalam negeri. Alhasil, di tahun 2017 ia memutuskan untuk membuka sekolah kopi First Crack Coffee Academy.
"Dulu ketika belajar kopi susah banget, susah cari source-nya, cari sekolah kopi, maka setelah menemukan ini, oh ya ini sejalan apabila mau membangkitkan apresiasi masyarakat terhadap kopi lokal, maka semua penggiat kopi di dalamnya mulai dari petani sampai baristanya bagaimana mengolah kopi yang bagus," paparnya.
Baca juga: Modal Rp 500 Ribu Bisa Jadi Barista |