"Kita kurangi regulasi, kurangi pembatasan karena mereka lagi giat-giatnya dan pesat-pesatnya berkembang. Saya akan dukung sebagai upaya memperlancar. Mereka juga mengalami kesulitan dalam arti merasa ada tambahan-tambahan regulasi. Mereka mau dipajaki rupanya dalam jaringan online. Ini yang mereka juga mengeluh," kata Prabowo dalam debat Capres semalam.
Pengamat industri digital dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan memang sejatinya startup-startup yang ada saat ini tak bisa banyak diatur regulasi dari pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Bicara Unicorn, Kok Sri Mulyani Malah Sedih? |
"Jadi memang kalau untuk startup ini sebuah bisnis yang menjadi disruption. Teknologi yang mendistrupsi segala macam model bisnis," kata Heru kepada detikFinance, Jakarta, Senin (18/2/2019).
Heru mengatakan, pengembangan startup tersebut tidak diperlukan banyak regulasi dari pemerintah. Sebab, bisnis startup sedang dalam masa transformasi.
"Kalau saya sepakat bahwa di awal ini jangan terlalu banyak aturan. Karena disrupsi itu kan melawan aturan yang ada. Karena masa berproses transformasi," katanya.
Salah satu contohnya regulasi yang menghambat ialah aturan perpajakan bagi e-commerce market place. Aturan tersebut dinilai bisa menghambat munculnya startup-startup berbasiskan teknologi tinggi dan yang sedang berjuang membangun ekosistem ekonomi digital nasional.
Oleh karenanya, Heru mengatakan, sejatinya aturan-aturan tersebut bisa dibuat sendiri melalui asosiasi maupun komunitas yang ada. Bila tak mampu, baru pemerintah melakukan intervensi.
"Jadi selama katakanlah ada transportasi online atau e-commerce, kalau dalam tatanan regulasi selama ada asosiasi maupun komunitas yang bisa mereka membangun atau buat aturan mereka sendiri itu lebih bagus. Tapi kalau misalnya mereka nggak bisa mengatur baru pemerintah bisa intervensi," tuturnya. (fdl/zlf)