BI menyebut ekonomi China tumbuh 6,6%. Angka ini terendah sejak 1990 atau 28 tahun terakhir. Lambatnya pertumbuhan ini juga disebabkan oleh adanya perang dagang dengan Amerika Serikat (AS).
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, meskipun terdampak, ada kondisi yang bisa dimanfaatkan oleh Indonesia untuk mendapatkan peluang meningkatkan sektor industri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Perry, peluang dari menurunnya ekonomi China ini adalah relokasi industri, seperti yang dilakukan Jepang pada 1980 dan Korea Selatan sejak krisis Asia beberapa tahun lalu. Dia menambahkan, Indonesia bisa melakukan kegiatan penambahan nilai pada ekspor RI misalnya dengan mengolah tambang di dalam negeri baru kemudian dijual.
"Kita tidak boleh menyerah, meski sekarang kita ekspor batu bara, nikel dengan tanah-tanahnya. Kita usahakan, sekarang tarik smelternya ke sini," jelas dia.
Selain itu, juga harus diupayakan pembangunan infrastruktur hingga ekonomi keuangan digital. "Kesempatan dari menurunnya ekonomi China ini mari kita tangkap peluangnya untuk berbagai bidang," jelas dia.
Sebelumnya dari data Biro Statistik China disebutkan meskipun ekonomi China lambat, namun sektor Industri China masih tumbuh 5,7% atau di atas ekspektasi 5,3%. Penjualan ritel tumbuh 8,2% sejalan dengan perkiraan. Perlambatan ekonomi ini terjadi karena dipengaruhi permintaan domestik.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) perdagangan Indonesia dengan China tercatat mengalami defisit hingga US$ 2,43 miliar. Total impor Indonesia sepanjang Januari 2019 tercatat US$ 15,03 miliar atau turun 2,19% dibandingkan Desember 2018 atau turun 1,83% jika dibandingkan secara year on year dengan Januari 2018.
Dalam kesempatan itu juga, Perry mengatakan, ekonomi nasional masih akan dibayangi oleh gejolak perekonomian global. Perry mengungkapkan tahun ini sektor perdagangan akan merasakan dampak dari tekanan tersebut.
Perry menjelaskan tahun lalu yang terdampak adalah sektor keuangan. "Tahun ini lebih ke sisi perdagangan. Kalau tahun lalu kan aliran modal asing sangat terasa mengalir keluar.
"Mulai kuartal IV ke depan akan terasa di sisi perdagangan," kata Perry dalam sebuah diskusi di Hotel Dharmawangsa, Senin (4/3/2019).
Menurut Perry ini terjadi karena melambatnya pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang utama RI, seperti Amerika Serikat dan China. Menurut dia, kedua negara adidaya tersebut akan terus melambat akibat ketegangan dagang yang masih terjadi.
Perry menyebutkan, sejumlah pakar ekonomi memproyeksikan jika pertumbuhan ekonomi AS bisa berada di kisaran 2,9%. Namun tahun ini dan ke depannya ekonomi AS akan melambat, BI saja memproyeksi ekonomi AS hanya tumbuh 2,3% dan 2020 akan tumbuh 2%. (kil/zlf)