Hal itu disampaikannya dalam acara Ring the Bell for Gender Equality yang diselenggarakan oleh Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), Indonesia Global Compact Network (IGCN) dan UN Women di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (13/3/2019).
Menurutnya keadilan bisa dimulai dengan hal yang kecil, seperti menyediakan ruangan untuk menyusui di kantor. Sebab menjadi seorang ibu merupakan menjadi salah satu alasan wanita sulit mengembangkan karirnya. Setidaknya hal itu sudah dilakukan di Kementerian Keuangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara pribadi dia menilai sebenarnya wanita memiliki potensi yang juga cukup besar. Terbukti dari rata-rata lulusan terbaik universitas di Indonesia adalah wanita.
"Banyak dari wanita Indonesia yang begitu handal dalam pendidikan. Di universtas top di Indonesia itu rata-rata 5 lulusan dengan IPK tertinggi adalah wanita. Itu bagus," ujarnya.
Namun sayangnya ketika masuk dunia kerja potensi itu seakan hilang begitu saja. Biasanya karir wanita bagus hanya dalam waktu 5 tahun kerja.
"Mereka bagus, tapi ketika sudah punya keluarga mereka drop. Ada yang memutuskan keluar. Sementara yang memutuskan bertahan mereka berpikir tidak seharusnya perform lebih baik dari lelakinya," ucap Sri Mulyani
"Sebagian dari mereka tidak nyaman jika memiliki karir lebih baik dari pria. Banyak yang berpandangan oh dia terlalu ambisius dan tidak cocok dalam bekerja di tim. Tapi jika pria yang memiliki karir bagus, dipandang oh bagus karena pria memang harus ambisius," ujarnya.
Sri Mulyani jyga menjelaskan, partisipasi kaum wanita di dunia kerja Indonesia saat ini hanya 55,4% dari total populasi. Berbeda jauh dengan pria yang 83% dari populasinya sudah masuk dunia kerja.
Permasalahannya bukan sampai di situ saja. Dari sisi gaji, wanita rata-rata diberikan gaji 32% lebih rendah dari gaji pria.
Masalah yang dihadapi wanita di dunia menurut Sri Mulyani masih juga ditambah dengan kesempatan kerja yang lebih sempit. Menurutnya sektor yang memberikan kesempatan kerja bagi wanita di Indonesia sangat kecil.
"Kebanyakan area pekerjan yang ada dianggap tidak cocok bagi wanita. Kebanyakan peluang kerja untuk wanita di sektot pendidikan sebagai guru. Tapi di area lainnya tidak benar-benar tersedia untuk wanita," ucap dia. (das/dna)