Lulus Kerja Masih Berharap Jadi Teller Bank? Cek Fakta Ini Dulu

Lulus Kerja Masih Berharap Jadi Teller Bank? Cek Fakta Ini Dulu

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Jumat, 12 Apr 2019 17:14 WIB
Foto: dok. Bank DKI
Jakarta - Digitalisasi yang terus berkembang saat ini telah memberi dampak pada pola rekrutmen tenaga kerja di sejumlah bidang, termasuk perbankan. Perbankan adalah salah satu yang paling merasakan dampaknya dengan adanya digitalisasi.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan jumlah rekrutmen tenaga kerja perbankan saat ini terus menurun dalam beberapa tahun terakhir. Digitalisasi kata dia menjadi penyebabnya.

"Saya tadi baru saja makan siang dengan salah satu dirut bank. Bank itu kan merekrut tenaga kerja dalam jumlah besar setiap tahun. Tapi belakangan ini jumlah rekrutmennya mulai menurun," kata Bambang saat berbincang dengan detikFinance di kantornya, Rabu (10/4) lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia bilang, penurunan jumlah rekrutmen disebabkan bank yang lebih banyak mengandalkan digitalisasi dalam operasionalnya saat ini. Namun faktanya jumlah pelamar untuk posisi konvensional yang banyak digantikan oleh proses digitalisasi di perbankan tak berkurang seperti posisi teller.

"Misalkan sekarang mereka tidak lagi butuh terlalu banyak teller, nggak butuh lagi terlalu banyak tenaga operasional. Sekarang karena mereka lebih banyak menuju digital banking, belum lagi cyber security, mereka sekarang malah butuhnya programmer misalkan," katanya.

"Yang menarik, untuk pekerjaan umum di bank seperti teller tadi lowongannya sekarang tidak terlalu banyak tapi yang melamar banyak sekali. Kenapa? Karena banyak bidang studi yang akhirnya tidak jelas pekerjaannya mau ke mana. Sehingga akhirnya mereka ramai-ramai mau ke sini (bank)," tambahnya.


Di sisi lain, Bambang menyebutkan lowongan untuk programmer yang cukup besar ternyata tak banyak peminatnya. Padahal lowongan untuk posisi ini sedang banyak dibutuhkan demi mengimbangi mengawal proses digitalisasi yang kini gencar dikembangkan.

"Jadi pelamarnya itu bisa lebih sedikit dari lowongannya. Jadi kan harusnya langsung diterima. Tapi akhirnya kita harus bergantung kepada jasa luar, dari India atau negara lain untuk mendapatkan programmer yang dibutuhkan oleh start-up kita di bidang teknologi," ungkapnya.

Untuk itu, ke depan pemerintah akan memperbaiki cara penyediaan angkatan kerja pada instansi dan lembaga pendidikan yang ada demi mencocokkan dengan kebutuhan dunia usaha di masa mendatang. Selain itu, instansi dan lembaga pendidikan juga akan diarahkan lebih banyak memproduksi angkatan kerja di bidang science, technology, engineering dan math.

"Jadi yang harus diperbaiki adalah miss match nya. Supaya miss match ini tidak terjadi, kurikulum harus di-upgrade," katanya.

"Selain kurikulum pendidikan umum, yang harus kita arahkan kepada science, technology, engineering, and math. Ini harus diperkuat. Karena itu kebutuhan pasar sekarang. Dengan digitalisasi, industri 4.0, penguasaan akan bidang ini menjadi harus. Sehingga kita butuh orang-orang yang tidak hanya lulus dari bidang ini tapi juga punya kemampuan," tambah Bambang.

(eds/ang)

Hide Ads