Menyimak Lagi Amunisi Jokowi dan Prabowo di Debat Terakhir

Menyimak Lagi Amunisi Jokowi dan Prabowo di Debat Terakhir

Hendra Kusuma - detikFinance
Sabtu, 13 Apr 2019 19:00 WIB
Foto: Edi Wahyono
Jakarta - Debat terakhir capres dan cawapres digelar malam ini. Masing-masing pasangan calon diadu gagasannya soal ekonomi dan kesejahteraan sosial, keuangan, dan investasi, serta perdagangan dan industri.

Debat kelima kali ini diselenggarakan di The Sultan Hotel, Jakarta Pusat, Sabtu (13/4/2019). Nah, rangkaian amunisi ini bisa menjadi bekal menguasai debat malam nanti.

Bagi capres petahana, Joko Widodo (Jokowi) memiliki keuntungan tersendiri untuk memamerkan capaian kinerjanya. Pembangunan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi hingga inflasi bisa menjadi pamungkas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau petahana, apa yang sudah ada sekarang harus dilanjutkan," kata Chief Economist Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih saat dihubungi detikFinance, seperti ditulis Sabtu (13/4/2019).


Pembangunan infrastruktur juga masih perlu dilanjutkan agar konektivitas antar wilayah semakin membaik. Mengenai pertumbuhan ekonomi di level 5%, angka tersebut masih bagus jika dibandingkan dengan negara G20.

Bagi pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, rangkaian kritik bisa menjadi senjata, mulai dari utang pemerintah, pertumbuhan ekonomi hingga impor pangan.

"Intinya itu akan disampaikan mereka berdua, seperti yang sering disampaikan mereka berdua," kata Anggota Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Drajad Wibowo .

Drajad mencontohkan, capaian pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,17% pada 2018 dianggap masih kurang memuaskan dan masih bisa lebih tinggi dari realisasinya.

Menurut Drajad, pada debat terakhir pada 13 April 2019 nanti pasangan Prabowo-Sandi tidak hanya melontarkan kritik tapi juga akan memberikan solusi untuk mengatasi persoalan yang ada.

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nawir Messi mengatakan, ada 10 isu krusial yang harus diperdebatkan oleh kedua pasangan capres dan cawapres.

"Ada 10 isu yang harus menjadi fokus, yang pertama adalah pengelolaan pertumbuhan ekonomi Indonesia," kata Nawir.

Nawir menjelaskan, dalam pengelolaan ekonomi para capres dan cawapres akan dihadapkan dengan situasi dilema. Di mana, pertumbuhan tidak boleh terlalu tinggi dan tidak boleh rendah. Lalu, ekonomi juga harus dilakukan secara kuantitas dan kualitas dalam hal ini merata.

Isu kedua, adalah daya saing investasi. Pemerintah saat ini sudah berinovasi mempermudah proses perizinan berusaha. Namun, hal itu hanya berlaku di pusat, tidak berlaku di daerah.

Isu ketiga, adalah perdagangan dan impor. Menurut Nawir, pemerintah harus memperhatikan peningkatan impor bahan konsumsi yang sudah meningkat ke level 9% dari posisi sekitar lima tahun lalu sekitar 6%.

Isu keempat, adalah deindustrialisasi dini. Harus ada pemetaan industri yang secara tepat demi menggerakkan perekonomian lebih baik lagi. "Industri turun tapi tenaga kerja tidak terserap langsung loncat ke jasa, ini terlalu cepat," ujar dia.


Isu kelima, adalah soal perpajakan. Nawir Messi menjelaskan yang perlu didebatkan adalah mengenai rasio pajak nasional yang pernah di level 15% dan kini turun ke level 9%. Penurunan itu mencerminkan pemerintah masih sulit mengelola sistem perpajakan tanah air.

Isu keenam, adalah mengenai risiko utang luar negeri. Pentingnya isu ini untuk didebatkan kedua pasangan capres dan cawapres karena ada potensi krisis keuangan jika tidak dikelola dengan baik.

Isu ketujuh, adalah kebijakan subsidi energi. Kedua kandidat calon capres dan cawapres harus memulai program energi baru terbarukan, mengingat energi fosil sudah semakin sulit diproduksi.

Isu kedelapan, adalah mengenai revolusi 4.0. Pemerintah harus memutuskan untuk kapan memulai dan kapan mengantisipasinya.

Isu kesembilan, kata Nawir Messi adalah tingkat kemiskinan. Sedangkan isu kesepuluh mengenai pemanfaatan dana desa. Hal ini perlu dijelaskan karena tidak ada perubahan mengenai tingkat kesejahteraan masyarakat desa. (ara/fdl)

Hide Ads