Pemerintah pun terus mengkaji penyediaan sarana prasarana dan ongkos angkut B20 agar semakin efektif.
"Salah satu perhatian pemerintah adalah ketersediaan sarana prasarana di titik-titik pencampuran B20 yang masih belum optimal, juga ongkos angkut FAME menuju beberapa titik pencampuran yang masih cukup tinggi," ungkap Kepala Badan Litbang Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana dalam keterangannya, Senin (20/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dadan menjelaskan, Refinery Unit (RU) V Balikpapan milik PT Pertamina (Persero) misalnya, telah menggunakan metode Ship To Ship (STS) untuk menekan ongkos angkut FAME. Namun, hasil evaluasi penggunaan STS masih menunjukkan biaya operasional yang relatif tinggi.
"Solusi yang diperkirakan dapat menekan biaya operasional STS, salah satunya dengan memanfaatkan tangki-tangki minyak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang idle dan terjangkau jaraknya dengan RU V Balikpapan," kata Dadan.
Baca juga: Kata Luhut soal B30: Sudah Testing |
Untuk mengetahui potensi tangki-tangki milik KKKS yang bisa dimanfaatkan untuk penyimpanan FAME, Pulitbangtek Minyak dan Gas Bumi (PPPTMGB LEMIGAS) Badan Litbang ESDM telah melakukan Focus Group Discussion (FGD) Kajian Kelayakan Investasi Tanki FAME, Sarana Prasarana, Pipa dan Pencampuran di 10 Titik Pencampuran, beberapa waktu lalu.
Hadir pada acara tersebut Direktur BPDPKS, para stakeholder operator tangki KKKS, Pertamina selaku distributor B20 dan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI). LEMIGAS memperkirakan terdapat 8 KKKS yang tangkinya berpotensi untuk penyimpanan FAME bagi Titik Serah RU V Balikpapan yang akan dikaji lebih lanjut. (ara/eds)