Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan dalam menetapkan suku bunga, bank sentral selalu mencermati perkembangan ekonomi global dan ekonomi Indonesia. Menurut dia saat ini perekonomian masih akomodatif dan tingkat inflasi masih rendah.
Perry menambahkan, satu bulan ini kebijakan moneter sudah direalisasikan. Selain itu juga ada upaya penambahan likuiditas melalui operasi moneter yang menambah memastikan kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: BI Tahan Lagi Suku Bunga Acuan di 6% |
Dia mengungkapkan, jika dilihat kondisi pasar keuangan global sampai sekarang dan beberapa waktu ke depan masih akan dipengaruhi oleh eskalasi hubungan dagang Amerika Serikat (AS) dan China serta sejumlah negara yang memberikan sentimen risk on dan risk off untuk aliran modal asing yang masuk. Hal tersebut menurut Perry akan mempengaruhi surplus neraca modal dan defisit transaksi berjalan.
"Kalau ditanya apa yang ditunggu, ya itu yang ditunggu. Berbagai kebijakan kebijakan inflasi ke depan berbagai ekonomi ke depan dalam menentukan pertimbangan suku bunga," imbuh dia.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 19-20 Juni 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6%, suku bunga deposit facility sebesar 5,25% dan suku bunga lending facility sebesar 6,75%.
Untuk menambah ketersediaan likuiditas perbankan dalam pembiayaan ekonomi, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah sebesar 50 bps sehingga masing-masing menjadi 6,0% dan 4,5%, dengan GWM Rerata masing-masing tetap sebesar 3,0%, berlaku efektif pada 1 Juli 2019. (kil/ara)