Acara ini dibuka oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Ariyono. Dalam sambutannya, Bambang memaparkan kebijakan pemerintah soal batu bara terkait dengan keberlanjutan energi listrik.
Bambang bilang, harga batu bara mengalami peningkatan beberapa waktu terakhir. Sementara, kontribusi batu bara untuk kelistrikan masih dominan. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan harga batu bara untuk kelistrikan US$ 70 per ton.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejalan dengan itu, alokasi kebutuhan batu bara untuk domestik juga diatur sebanyak 25%.
"Perusahaan yang tidak memenuhi persentase minimum untuk pasar domestik akan dikenai sanksi dalam bentuk pemotongan produksi dalam RKAB 2020," tambahnya.
Baca juga: 2019, Aset Inalum Mencapai Rp 162 Triliun |
Bambang juga menjelaskan, pemerintah mendorong hilirisasi industri batu bara. Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 25/2018 pasal 16 (3) yang menyatakan bahwa semua IUP OP dan IUPK OP untuk memberikan nilai tambah pada batu bara. Terangnya, Dimethyl Eter (DME) sebagai produk hilir batu bara memiliki karakteristik yang mirip dengan LPG sehingga dapat digunakan sebagai campuran LPG.
Konsumsi LPG Indonesia pada 2017 adalah 7,11 juta ton dan 73% di antaranya adalah produk impor. Konsumsi LPG Indonesia akan terus meningkat dan akan mencapai 9,5 juta ton pada tahun 2025.
"Ini adalah tantangan yang baik bagi investor dan Indonesia jika kita dapat mengembangkan bisnis ini," jelasnya.
Bambang berharap, acara ini menjadi tempat bagi para pemangku kepentingan di sektor batu bara berbagi pandangan untuk mewujudkan keberlanjutan energi.
"Akhirnya, saya ucapkan selamat kepada anda atas konferensi ini, dan dengan mengatakan bismillahirrahmanirahim, saya secara resmi membuka acara ini," tutupnya.