. Setelah beberapa bulan mengalami defisit alias tekor, pada Mei 2019 posisinya berbalik menjadi surplus US$ 210 juta.
Namun, surplus yang dialami neraca perdagangan Indonesia dibilang tidak ideal. Karena, posisinya ekspor masih menurun dan impor juga menurun secara tahunan
(yoy).
Jika dibilang ideal, maka posisinya seharusnya kinerja ekspor meningkat dan impor menurun.
Pada Mei 2019 neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus US$ 210 juta. Angka ini didapat dari selisih nilai ekspor yang lebih besar daripada impor.
Nilai ekspor Mei 2019 tercatat sebesar US$ 14,74 miliar. Sementara nilai impor Mei 2019 sebesar US$ 14,53 miliar.
"Impor dengan total US$ 14,53 miliar dolar, turun 5,62% dibanding April. Dibandingkan Mei 2018 turun 17,71%," jelas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto saat jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2019).
Berikut neraca perdagangan RI dari Januari hingga Mei 2019:
Januari defisit US$ 1,16 miliar
Februari surplus US$ 330 juta
Maret surplus US$ 540 juta
April defisit US$ 2,50 miliar
Mei surplus US$ 210 juta
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Mei surplus tipis sebesar US$ 210 juta. Jika dilihat secara kumulatif sebenarnya neraca perdagangan masih tekor sebesar US$ 2,14 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan defisit neraca perdagangan secara kumulatif dipicu impor migas (minyak dan gas) tinggi.
Angka defisit neraca perdagangan secara kumulatif berasal dari nilai total ekspor sebesar US$ 68,46 miliar dan nilai impornya sebesar US$ 70,60 miliar atau defisit US$ 2,14 miliar.
Jika dilihat lebih dalam, total nilai ekspor migas tercatat US$ 5,34 miliar sedangkan impor migasnya US$ 9,08 miliar, sehingga secara kumulatif kinerja migas defisit US$ 3,74 miliar.
Sedangkan untuk total nilai ekspor non migas tercatat US$ 63,11 miliar dan impornya sebesar US$ 61,51 miliar, sehingga terjadi surplus US$ 1,60 miliar.
Neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2019 tercatat surplus dengan sejumlah negara. Neraca dagang Indonesia masih surplus dari Amerika Serikat (AS) sebesar US$ 3,9 miliar, India US$ 3,08 miliar dan Belanda.
"Ada beberapa negara kita masih surplus," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2019).
Surplus terjadi ketika barang yang diekspor Indonesia lebih banyak dibandingkan produk yang diimpor dari negara yang sama. Misalnya, Indonesia mengekspor barang dengan nilai US$ 1 miliar dan mengimpor US$ 500 juta dari negara tertentu, maka terjadi surplus US$ 500 juta.
Sebaliknya, neraca dagang Indonesia mengalami defisit dengan China dengan nilai US$ 8,48 miliar. Dengan Thailand dan Australia juga tercatat defisit.
Defisit terjadi karena barang yang diekspor lebih rendah dibandingkan yang diimpor. Misalnya, Indonesia mengekspor senilai US$ 500 juta ke negara tertentu dan mengimpor US$ 700 juta, maka terjadi defisit US$ 200 juta.