-
Sebanyak 1.300 karyawan badan usaha milik negara (BUMN) Krakatau Steel disebut-sebut terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Namun pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN mengaku belum mengetahui adanya rencana PHK dari pihak Krakatau Steel.
Menanggapi hal tersebut Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengungkapkan hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan informasi apapun terkait rencana PHK tersebut.
"Belum ada laporan PHK (dari Krakatau Steel) belum ada rencana PHK juga kayaknya. Saya belum ada dapat laporan apa apa," kata Fajar saat dihubungi detikFinance, Kamis (27/6/2019).
Sebelumnya diberitakan Krakatau Steel berencana melakukan PHK, sejumlah karyawannya dalam rangka restrukturisasi angka PHK 1.300 orang.
Jumlah itu terdiri dari karyawan organik dan outsourcing. PHK disebut sebagai langkah perseroan untuk restrukturisasi perusahaan. Beberapa pekerja outsourcing mulai mengadu ke Disnaker Kota Cilegon.
Mulai 1 Juni 2019, 300 karyawan outsource dirumahkan. Kebijakan itu akan terus berlanjut hingga 1 Juli mendatang dengan merumahkan 800 karyawan. Angka itu dilaporkan belum termasuk karyawan organik di BUMN baja tersebut.
"Kalau yang sudah dirumahkan itu hampir 300 orangan dan mungkin per 1 Juli lagi ada pabrik yang akan penambahan lagi. Kalau itu (terjadi) bisa 800-an, bisa jadi," kata Ketua Serikat Buruh Krakatau Steel, Sanudin kepada wartawan, Rabu (26/6/2019).
Para buruh yang dirumahkan dan terancam PHK mayoritas bekerja pada bagian long product. Sanudin mengaku para buruh sudah menerima surat untuk dirumahkan.
"Mereka hanya menyampaikan program direksi KS bahwa PT Krakatau Steel dalam keadaan sulit maka harus melakukan restrukturisasi salah satu langkah yang kita tempuh adalah merumahkan karyawan dulu per tanggal 1 Juni dan 1 Juli sampai dengan 31 Agustus," lanjutnya.
Sementara, pihak Krakatau Steel mengatakan kebijakan restrukturisasi adalah langkah pasti untuk menyelamatkan perusahaan. Emiten berkode KRAS itu diketahui terlilit utang sekitar Rp 40 triliun.
Untuk itu, langkah perusahaan perlu melakukan restrukturisasi demi menyelamatkan perusahaan agar tak tenggelam. Kebijakan restrukturisasi juga disebut bukan hanya memberhentikan karyawan tapi pembenahan internal seperti program keuangan.
"Masalah restrukturisasi itu pasti, kan judulnya restrukturisasi bukan pemberhentian," kata Senior External Corporate Communication Krakatau Steel, Viki Fadillah.
Kebijakan pabrik pengolahan baja itu dikatakan mengambil dampak seminimal mungkin. Baik dampak sosial maupun finansial, salah satunya adalah dengan merumahkan karyawan outsource.
Kepala Disnaker Banten, Hamidi mengatakan pihaknya belum menerima laporan tertulis atas rencana PHK besar-besaran yang dilakukan Krakatau Steel. Namun, secara non formal, ia mengaku sudah mendengar rencana tersebut.
"Saya sampai saat ini belum menerima laporan dari Krakatau Steel, dan saya tidak bisa memebrikan penjelasan berapa jumlahnya dan skema yang akan dibangun seperti apa, langkah seperti apa, belum mendapat laporan," katanya kepada wartawan, Rabu (27/6/2019).
Disnaker sudah memanggil manajemen KS untuk menjelaskan duduk perkara PHK. Namun, pemanggilan itu baru sebatas lisan. Manajemen tak memenuhi panggilan pemerintah.
"Pasti kita akan panggil, kemarin juga sudah kita panggil kemarin tapi saya tunggu tidak ada, mungkin kemarin kita panggil secara lisan mungkin masih belum bisa karena banyak urusan dan sibuk melaporkan ke pusat ke Kementerian BUMN," kata dia.
Laporan PHK karyawan organik maupun outsourcing tersebut baru ke Disnaker Kota Cilegon. Itu pun baru dari pihak buruh karena mereka sudah dirumahkan pada 1 Juni lalu.
"Kalau ke Disnaker Provinsi Banten belum kalau ke Disnaker Cilegon sudah ada yang melaporkan tapi bukan dari perusahaan tapi dari serikat buruh," ujarnya.