Direktur Riset, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Berly Martawadaya menilai salah satu yang menjadi penyebabnya adalah Permenkes No 1010/MENKES/PER/XI/2008.
Permenkes itu mewajibkan perusahaan farmasi asing berproduksi atau menunjuk perusahaan lain yang telah terdaftar menjadi produsen di dalam negeri untuk mendapatkan persetujuan obat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
INDEF mencatat pada 2018, investasi asing di sektor ini mengalami penurunan sebesar 25% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal itu membuktikan bahwa daya tarik investasi di sektor farmasi belum kuat.
"Jadi beberapa perusahaan seperti menunggu dulu di 2009 sampai 2011, mereka melihat bagaimana pasarnya. Jika pasarnya besar mereka baru bangun pabrik di Indonesia. Jika tidak mereka keluar," tambahnya
Menariknya imbasnya ekspor dari industri farmasi masih sangat minim. Lagi pula menurut catatannya industri farmasi juga masih membebani dengan impor bahan baku yang mencapai 90% lebih.
"Kalau dibandingkan dengan Singapura misalnya mereka ekspornya jauh lebuh tinggi. Padahal negara kecil itu tidak ada kebijakan pembatasan, tapi kok bisa ekspor," tutupnya.
(das/fdl)