Yakin Uang Tak Bisa Beli Kebahagiaan? (1)

Yakin Uang Tak Bisa Beli Kebahagiaan? (1)

Baratadewa Sakti P - Aidil Akbar Madjid & Partners - detikFinance
Jumat, 05 Jul 2019 07:47 WIB
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Pertanyaan ini acapkali muncul pada sebagian orang yang telah memiliki pencapaian pada tingkatan penghasilan pribadi yang diidam-idamkan oleh hampir semua orang di dunia. Mengapa?

Sebelum menjawabnya, perlu Saya sampaikan suatu kesamaan pandangan pada kebanyakan orang yang pada umumnya memiliki keyakinan bahwa uang dapat membeli kebahagiaan, sehingga tidak mengherankan ketika banyak orang kemudian termotivasi untuk mengejar harta yang berlimpah meskipun pada faktanya tak semua orang yang semakin kaya hartanya, kemudian hidupnya pun pasti akan semakin bahagia.

Ketika seseorang ditanya tentang sosok siapakah orang yang paling kaya di dunia saat ini? Maka akan sering muncul jawaban seperti berikut : "Yang punya perusahaan Microsoft; Bill Gates!" Mungkin inilah jawaban yang terlontar, andaikan salah seorang dari kita dihadapkan pada pertanyaan tersebut. Atau bisa jadi jawabannya, "Pemain bola ini!" atau "Artis itu!"

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu, apakah Bill Gates sebagai salah satu orang terkaya di dunia saat ini merasa menjadi orang yang paling bahagia? Sebagai orang yang telah menjalani pencapaian tersebut, beliau pernah menyampaikan korelasi tentang pencapaian kesuksesan hartanya dengan kebahagiaan, dan berikut adalah pendapat Bill Gates yang disampaikan di Universuty of Washington pada tahun 2011.

"Saya dapat memahami mengenai adanya keinginan memiliki harta hingga jutaan dolar, namun sekali saja Anda meraihnya, saya perlu sampaikan bahwa hal itu sebenarnya adalah hamburger yang sama."

Pendapat Bill Gates ini mengandung maksud bahwa bahagia itu bukan tentang angka, namun soal rasa, sebab bahagia itu soal rasa yang sumbernya dari dalam hati. Terbukti dari kalimat beliau yang menyampaikan bahwa hamburger yang dimakan sebelum dan sesudah menjadi miliuner sebetulnya sama saja rasanya.

Kalau begitu, bagaimana sudut pandang ilmiah menjawab pertanyaan tentang apakah ada korelasi antara pencapaian kekayaan (income) seseorang dengan kebahagiaannya?

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 450.000 responder di tahun 2010 oleh Angus Deaton, seorang pakar ekonomi yang mendapat nobel bidang ekonomi di tahun 2015 dan Daniel Kahneman, pakar psikologi yang mendapat nobel bidang ekonomi di tahun 2001, yang dari penelitian tersebut didapatkan temuan bahwa terdapat keterkaitan pada kebahagiaan (berkurangnya tingkat stres) seseorang yang akan naik seiring naiknya penghasilan seseorang.

Namun berkurangnya tingkat stres seseorang akan mencapai titik puncaknya ketika penghasilannya mencapai nominal 75.000 dolar AS per tahun atau sekira Rp 1 miliar per tahun atau Rp 90 jutaan per bulan untuk rate 1 dolar AS = Rp 14.000.


Masih berdasarkan penelitian Deaton & Kahneman tersebut, tingkat pengurangan stres seseorang akan mulai menjadi stagnan ketika penghasilannya melampaui nominal Rp 90 jutaan per bulan.

Bahkan di tahun 2015, seorang Profesor Ekonomi dari Weather School of Management di Amerika Serikat, David Clingingsmith juga melakukan studi seperti yang dilakukan Deaton & Kahneman, dengan temuan mengejutkan bahwa mereka yang kemudian berpenghasilan diatas 200.000 dolar AS per tahun atau sekira Rp 230 jutaan per bulan, memiliki pertambahan pengurangan tingkat stres sebesar titik nol.

Studi ini menunjukkan bahwa mereka yang penghasilannya sebesar Rp 5 juta per bulan akan memiliki tingkat stres yang lebih rendah dibandingkan seseorang yang berpenghasilan Rp 2 juta per bulan.

Begitu pula bagi yang berpenghasilan Rp 70 juta per bulan akan memiliki tingkat stres yang jauh lebih rendah dibanding seseorang yang berpenghasilan 20 juta, 5 juta dan tentu yang berpenghasilan 2 juta per bulan.

Pertanyaannya adalah, apakah semakin tinggi lagi penghasilan seseorang kemudian stressnya akan turun lebih rendah lagi atau bahkan mendekati nol alias no stress? Menarik nih, mari kita bahas di artikel berikutnya.


Disclaimer: artikel ini merupakan kiriman dari mitra yang bekerja sama dengan detikcom. Redaksi detikcom tidak bertanggung jawab atas isi artikel yang dikirim oleh mitra. Tanggung jawab sepenuhnya ada di penulis artikel.


(ang/ang)

Hide Ads