DJP Dalami Laporan Dugaan Penggelapan Pajak Adaro

DJP Dalami Laporan Dugaan Penggelapan Pajak Adaro

Danang Sugianto - detikFinance
Sabtu, 06 Jul 2019 12:52 WIB
DJP Dalami Laporan Dugaan Penggelapan Pajak Adaro
Foto: Hasan Alhabshy
Jakarta - Laporan yang belum lama dikeluarkan oleh Global Witness cukup menghebohkan. Dalam laporan itu menyebutkan bahwa perusahaan tambang besar di Indonesia, PT Adaro Energy Tbk melakukan akal-akalan pajak.

Adaro disebut melakukan transfer pricing melalui anak usahanya di Singapura, Coaltrade Services International. Upaya itu disebutkan telah dilakukan sejak 2009 hingga 2017.


Adaro diduga telah mengatur sedemikian rupa sehingga mereka bisa membayar pajak US$ 125 juta atau setara Rp 1,75 triliun (kurs Rp 14.000) lebih rendah daripada yang seharusnya dibayarkan di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski laporan itu belum tentu kebenarannya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tetap menaruh perhatian. DJP akan mendalami dugaan pengakalan pajak tersebut.

Berikut berita selengkapnya dirangkum detikFinance, Sabtu (6/7/2019).
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan pun menanggapi laporan tesebut. DJP mengaku akan menindaklanjuti laporan itu.

"Kami akan pelajari laporan tersebut," Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama kepada detikFinance, Jumat (5/7/2019).

Sayangnya ketika dikonfirmasi apakah DJP melakukan pemeriksaan pajak di tahun-tahun yang disebut dalam laporan itu, Hestu enggan menanggapi.

"Kami juga tidak bisa menyampaikan data atau infomasi spesifik terkait WP tertentu," tambahnya.

Sekadar tahu, Global Witness menerbitkan laporan yang menyebutkan bahwa Adaro Energy melakukan pengalihan keuntungan perusahaan ke luar negari. Tujuannya diduga untuk menghindari pajak.

Jika laporan itu benar, apakah yang dilakukan perusahaan melanggar aturan?

Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo menjelaskan, wajib pajak (WP) termasuk badan atau perusahaan lazim melakukan perencanaan pajak (tax planning). Namun upaya inilah yang sering muncul upaya mengakali aturan pajak.

"Saya kira dalam konteks perpajakan siapapun punya kesempatan dan peluang melakukan tax planning yang pada akhirnya beurujung pada penghindaran pajak," ujarnya kepada detikFinance, Jumat (5/7/2019).

Tax planning sebenarnya adalah 'seni' untuk membayar pajak seefisien mungkin. Nah upaya ini berujung ke dua persimpangan yakni tax evasion dan tax avoidance. Keduanya sangat berkaitan tapi berbeda. Perbedaan antara kedua strategi pajak itu adalah legalitasnya.

Tax avoidance adalah trik penghindaraan pajak. Caranya dengan memanfaatkan celah dari peraturan pajak yang ada. Upaya ini legal namun tidak etis dilakukan.

Sedangkan tax evasion adalah penggelapan pajak. Cara ini terbilang kotor dan ilegal karena melakukan pengurangan pajak terutang atau bahkan tidak membayar pajak sama sekali.

Dalam konteks laporan Global Witness, Adaro disebut melakukan transfer pricing. Nah menurut Yustinus jika itu benar kategorinya masuk dalam tax avoidance.

"Karena secara legal memenuhi syarat, kalau skema Adaro ini bikin anak di Singapura, Coaltrade," tambahnya.

Menurutnya, Adaro memanfaatkan celah dengan menjual batu baranya ke Coaltrade Services International dengan harga yang lebih murah. Kemudian batu bara itu dijual ke negara lain dengan harga yang lebih tinggi. Alhasil pendapatan yang dikenakan pajak di Indonesia lebih murah.

"Artinya penjualan dan laba yang dilaporkan di Indonesia lebih rendah dari yang seharusnya," tambah Yustinus.

Memang cara itu tidak melanggar aturan, tapi tidak etis dilakukan. Sebab perusahaan yang mendulang keuntungan melalui sumber daya di Indonesia, namun pemasukan pajak yang diterima negara tidak maksimal. Malah keuntungan itu dilarikan ke negara dengan pajak yang lebih rendah.

"Ini yang biasa dilakukan perusahaan batu bara. Kalau dilihat bisnis batu bara itu kan simpel, cuma mengeruk, tidak ada proses lagi, yang jual juga sudah ada. Kenapa harus dibikin rumit, sampai harus buat perusahaan di negara lain?" tutupnya.

Laporan Global Witness mengungkapkan bahwa PT Adaro Energy Tbk (ADRO) melakukan penghindaran pajak. Meski belum tentu kebenarnya, laporan itu setidaknya harus menjadi perhatian Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan.

Menurut Pengamat Perpajakan Yustinus Prastowo banyak perusahaan dan konglomerat Indonesia yang melakukan upaya penghindaran pajak melalui tax planning. Kebanyakann dari mereka melalukan tax avoidance.

Tax avoidance adalah trik penghindaraan pajak. Caranya dengan memanfaatkan celah dari peraturan pajak yang ada. Upaya ini legal namun tidak etis dilakukan.

Sedangkan tax evasion adalah penggelapan pajak. Cara ini terbilang kotor dan ilegal karena melakukan pengurangan pajak terutang atau bahkan tidak membayar pajak sama sekali. Nah yang banyak dilakukan perusahaan dan konglomerat di Indonesia adalah tax avoidance.

"Tidak melanggar UU, tapi tidak etis. Karena memanfaatkan celah atau lubang aturan yang ada. Mungkin karena dulu belum diatur, terlambat diatur atau mungkin ini dulu belum menjadi masalah," ujarnya kepada detikFinance, Jumat (5/7/2019).

Otoritas pajak RI sebenarnya sudah memiliki Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. Namun aturan itu dianggap belum cukup kuat.

Menurut Yustinus diperlukan kebijakan yang jauh lebih tinggi seperti undang-undang. Sehingga dia menilai perlu adanya perubahan dari sisi undang-undang pajak.

"Jadi UU ini harus diperkuat supaya menutup celah tax avoidance. Karena mereka memanfaatkan kelemahan aturan," tambahnya.

Namun untuk menutup celah tersebut, sebenarnya Ditjen Pajak sudah memiliki senjata yakni melalui Automatic Exchange of Information (AEoI). Melalui AEoI bisa menelusuri para perusahaan yang melakukan tax avoidance seperti transfer pricing.

"Sekarang kan ada AEoI itu bisa digunakan. Secara proaktif bisa langsung digunakan. Ada mutual legal assistance. Kalau di sini susah penyidikan, kita bisa minta," ujar Yustinus.



Simak Video "Video: Kata Pramono soal 21 Olahraga Kena Pajak Hiburan, Kecuali Golf"
[Gambas:Video 20detik]
Hide Ads