Hal itu diungkapkannya saat membuka sekaligus meresmikan Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2019 di Grand Sahid, Jakarta Pusat. Adapun, pemerintah daerah yang dimaksud adalah gubernur, bupati, dan wali kota.
"Inflasi itu seperti tekanan darah, kalau tinggi kita bisa pingsan. Tapi kalau inflasi rendah atau deflasi kita juga pusing bisa pingsan juga, jadi yang bagus itu ada di tengah-tengah," kata JK di Jakarta, Kamis (25/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, JK meminta kepada seluruh pejabat yang terlibat dalam pengendalian inflasi agar mampu menjaga di level yang rendah.
Dia menceritakan, jika ada satu komoditas pangan mengalami kenaikan harga itu bukan inflasi. Hanya saja kenaikan harga seperti cabai misalnya akan masuk dalam perhitungan inflasi.
JK meminta kepada seluruh kepala daerah agar tidak langsung mengambil keputusan ketika salah satu komoditas pangan mengalami kenaikan. Pasalnya, inflasi akan dihitung melalui indeks harga konsumen (IHK).
"Itu hanya IHK, jangan asal harga naik bertindak sweeping, ini agar kita mengetahui ukurannya," jelas dia.
Menurut JK, inflasi juga menjadi indikator yang bisa menggambarkan masyarakat memiliki daya beli atau tidak. Yang pasti, jika inflasi tinggi maka daya beli masyarakat akan mengalami penurunan karena harganya menjadi mahal.
Sebaliknya, jika inflasi rendah pun akan memberikan dampak yang sama buruknya. Terutama bagi pengusaha yang bisa merugi karena produknya dijual rendah. Jika pendapatannya rendah maka akan melakukan efisiensi tenaga kerja yang berujung pada PHK, lalu muncul pengangguran.
Oleh karena itu, menjaga keseimbangan inflasi di level rendah harus terus dipertahankan.
"Jadi ingat tekanan darah anda, harus stabil. Jangan di bawah susah di atas susah. Inflasi ringan," ungkap JK.
(hek/dna)