Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan mengatakan, dengan angka tersebut pengusaha sulit untuk ekspor.
"Ya nggak bisa ekspor lah, susah 8%," katanya usai rapat di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, Senin (29/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dokumen itu kalau sudah diterima, kemudian dikaji kok bisa sekian persen itu apa sih. Dari situ kita memberikan informasi lagi kepada Eropa," katanya.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijo menjelaskan, pada rapat ini Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meminta laporan mengenai rencana Uni Eropa mengenakan bea masuk antisubsidi atas biodiesel Indonesia. Dia menjelaskan, penyelidikan antisubsidi sebenarnya sudah dilakukan sejak Desember 2018 dan belum tuntas hingga sekarang.
"Dan hasil akhir besaran-besaran tarif bea masuk yang dikenakan seperti yang diberitakan kemarin masih dapat berubah sampai determinasi (penetapan) final nanti pada bulan Januari 2020. Angka sementara besaran tarif bea masuk yang akan dikenakan untuk Indonesia 8 - 18%, masih relatif lebih rendah daripada yang dikenakan terhadap Argentina 25 - 33,4%," jelasnya.
Dia menuturkan, permasalahan ini masih ditangani Kemendag dan kementerian terkait. Menurut Susi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan melihat progres yang berjalan.
"Prosesnya masih terus berjalan sesuai timeline investigasi yang dilakukan UE (Uni Eropa), dan kita minta teman-teman di Kemendag untuk terus mengkoordinasikan penyelesaian permasalahan ini. Selalu ada kemungkinan bahwa metode yang digunakan UE tidak benar, sehingga Indonesia nanti bisa mengajukan gugatan sengketa (dispute settlement) di Panel DSB WTO. Kita pernah mengajukan sengketa Indonesia-UE untuk kasus antidumping biodiesel (DS 480) di mana waktu itu akhirnya hampir semua klaim Indonesia dinyatakan benar oleh Panel DSB WTO," tutupnya.
(eds/eds)