-
Pemerintah akan merevisi aturan terkait kompensasi atau ganti rugi listrik padam. Revisi ini merupakan buntut dari listrik padam massal yang terjadi pada akhir pekan lalu.
Harapannya, adanya revisi ini PT PLN (Persero) bisa memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Adapun peraturan yang direvisi ialah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 27 Tahun 2017. Melalui revisi peraturan tersebut, pelanggan nantinya bisa menerima kompensasi lebih besar jika listrik padam. Bahkan, sampai 3 kalilipat.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan, pada aturan yang baru nanti jika listrik pelanggan padam satu jam maka ia mendapat kompensasi 100% berdasarkan tagihan pada bulan sebelumnya. Kemudian, kompensasi ini meningkat berdasarkan jarak waktu tertentu dengan kompensasi 200% dan 300%.
"Jadi ada tiga tahap, minimum mati satu jam dia 100%. Misalnya dia bayar listrik bulan ini berapa Rp 1 juta ya gantinya Rp 1 juta. Kalau interval mati sekian sampai sekian, Rp 2 juta. Angkanya belum kita putuskan, sedang dibahas internal, jadi interval selanjutnya 3 kali lipat," katanya di Ombudsman Jakarta, Kamis (8/8/2019).
"Dia sebulan bayar Rp 1 juta, bulan berikutnya free, kalau 200%, 2 bulan berikutnya free. Sekian lama matinya ya tiga bulan free," tambahnya.
Dia mengatakan, untuk sementara ini yang baru disepakati ialah 1 jam padam mendapat ganti 100%. Untuk interval atau jarak waktu selanjutnya yang terkena kompensasi 200% hingga 300% masih dalam pembahasan.
"Sementara 1 jam kena 100%. Satu jam mati nggak dapat (sekarang), bulan depan free," ujarnya.
Lanjut Djoko, dengan ketentuan ini maka pelanggan akan mendapat kompensasi yang jauh lebih besar dibanding yang berlaku saat ini. Menurutnya, langkah ini ditempuh agar PLN memberikan pelayanan yang lebih baik.
"Makanya karena gede, supaya PLN ke depan memperbaiki pelayanannya supaya tidak kena denda gede. Kalau ringan diam-diam aja, tenang, dendanya ringan," tutupnya.
Draft aturan revisi kompensasi listrik sudah rampung. Kemungkinan, aturan yang baru diundangkan pada pekan depan.
Djoko Siswanto mengatakan, untuk pelanggan yang mengalami listrik padam pada Minggu lalu akan mengikuti ketentuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 27. Artinya, kompensasi pelanggan tidak mengacu aturan yang baru.
"Nggak fair juga aturan sekarang diterbitkan masa berlakunya mundur, itu kan nggak fair," katanya di Ombudsman, Jakarta Selatan, Kamis (8/8/2019).
"Ini aturan baru masa berlakunya surut, ya susah dong," tambahnya.
Menurut Djoko, listrik padam yang terjadi Minggu lalu bisa pijakan untuk berbenah. Adanya aturan baru itu menjadi landasan untuk PLN agar memberikan layanan lebih baik kepada masyarakat.
"Minimum ke depan lebih baik, kita kan belajar dari pengalaman ini. Sementara masih itu (Permen 27), kan aturan baru kan belum ada," ujarnya.
Kepala Divisi Niaga PLN Yudi Setyo Wicaksono menjelaskan, perhitungan kompensasi listrik padam massa mengacu pada Permen ESDM Nomor 27 Tahun 2017. Kemudian, besaran tingkat mutu pelayanan (TMP) diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan.
"Jadi TMP banyak kriterianya, itu adalah kalau ada gangguan, lama gangguannya itu diatur, jumlah gangguannya sebulan berapa kali ada batasannya," katanya kepada detikFinance, Selasa lalu (6/8/2019).
"Untuk blackout kemarin itu adalah lama gangguan yang dapat ininya. Itu ada kriterianya, dalam satu bulan satu daerah tidak boleh lebih dari sekian jam," jelasnya.
Dia mengatakan, batasan waktu untuk masing-masing wilayah berbeda. Dia mencontohkan, untuk kota besar seperti Jakarta biasanya ialah 3 jam. Lanjutnya, jika 3 jam ini dilampaui maka pelanggan dapat akan mendapat kompensasi.
"Pokoknya di situ ada target yang ditetapkan pokoknya dalam satu bulan, jika pelanggan mengalami mati selama total lebih dari sekian jam yang ditetapkan maka dia berhak mendapatkan TMP. Clue-nya adalah ada batasan yang ditetapkan. Kalau batasan dilewati maka berhak mendapatkan TMP kompensasi," jelasnya.
Berdasarkan Permen ESDM Nomor 27, besaran pengurangan tagihan 35% dari biaya beban atau rekening minimum untuk pelanggan tarif adjusment (non subsidi) dan tarif non adjusment (subsidi) sebesar 20% dari biaya beban atau rekening minimum.
Dia mencontohkan, jika batasan waktu padam ditembus untuk pelanggan 2.200 VA maka hitungan kompensasi yang berlaku ialah 35% dikali rekening minimum yakni rupiah minimum yang harus dibayar yang terdiri tarif per kWh x 40 jam x kVA terpasang.
"Gambarannya gini, kalau pelanggan mempunyai 2.200 VA maka kompensasi yang diberikan 2.200 VA dikali 40 jam, kemudian dikalikan 0,35 yang tadi, dikalikan rupiah per kWh taruhlah tegangan rendah Rp 1467,28 per kWh itu dapatnya Rp 45 ribu sekian," ujarnya.
Atau berlaku seperti berikut:
(2.200 / 1.000) x 40 x 0,35 x 1.467,28 = Rp 45.192 (besaran 2.200 VA dibagi 1.000 agar satunya berubah jadi kW).
Dia bilang, hitungan ini berlaku juga pada pelanggan tarif subsidi. Hanya saja, yang membedakan ialah besaran persentase pengurangan, daya, dan tarif per kWh.
"Bedanya cuma 35% dan 20%, sama rupiah per kWh," terangnya.