Peneliti ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira justru menilai sebelum menerbitkan kartu pra kerja, pemerintah diminta memperhatikan masalah kurangnya kompetensi tenaga kerja di Indonesia, yang masalahnya berada di dasar institusi pendidikan.
Menurutnya, institusi pendidikan belum bisa mencetak sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan pasar tenaga kerja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bhima menyarankan agar pemerintah mengevaluasi total dana pendidikan yang memakan 20% APBN. Dia menyindir meski anggaran sudah besar digelontorkan, tetapi kualitas SDM Indonesia masih jauh dari Vietnam.
"Sebelum loncat ke kartu pekerja disarankan pemerintah melakukan evaluasi total dari pemanfaatan dana 20% pendidikan di APBN. Anggaran sudah besar tapi kualitas SDM masih tertinggal, bahkan dari Vietnam," tegas Bhima.
Menurutnya, kalau kartu pra kerja hanya bergerak di sektor hilir alias angkatan kerja yang sudah lulus sekolah saja tidak cukup. Dia mencontohkan, di Singapura saja demi mempersiapkan keahlian baru, siswa SD sudah diberi pelajaran coding.
"Di Singapura siswa SD sudah diajari kurikulum coding agar bisa mempersiapkan tren pekerjaan masa depan. Jadi kalau kartu pra kerja hanya bergerak di hilir saja tentu belum cukup," kata Bhima.
(dna/dna)