Pajak Obligasi Dipangkas, OJK Dapat Angin Segar

Pajak Obligasi Dipangkas, OJK Dapat Angin Segar

Danang Sugianto - detikFinance
Jumat, 23 Agu 2019 18:05 WIB
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Pemerintah akhirnya memberikan insentif atas instrumen obligasi. Insentif itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2019 yang mulai berlaku pada 12 Agustus 2019.

Penghasilan bunga obligasi yang diterima kontrak investasi kolektif baik dana investasi infrastruktur, dana investasi real estat, dan efek beragun aset yang tercatat pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dikenakan pajak penghasilan dengan tarif 5% hingga tahun 2020, dan 10% untuk tahun 2021 dan seterusnya.

Menurut Kepala Eksekutif Pengawasan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen menilai insentif itu akan membantu meningkatkan gairah dunia usaha untuk menerbitkan obligasi. Apalagi suku bunga BI 7 Days Repo Rate turun 25 bps jadi 5,5%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami berharap semua itu akan juga men-trigger perusahaan-perusahaan untuk melakukan penawaran obligasi korporasi. Ditambah lagi dengan insentif pajak," ujarnya di JCC, Senanyan, Jakarta, Jumat (23/8/2019).



Selama ini, perlakukan pajak terhadap investor yang memegang surat utang pemerintah dan surat utang korporasi berbeda. Kini perlakuannya setara.

"Sehingga kita berharap nanti kebutuhan dana dari para pengusaha ini bisa dilakukan melalui penerbitan obligasi. Tentunya itu bisa menambah jumlah atau emiten baru yang mengeluarkan obligasi di pasar kita," tambahnya.

Untuk tahun ini OJK dan BEI menargetkan penghimpunan dana dari pasar modal mencapai 75 perusahaan. Di dalamnya berisi pencatatan saham perdana, penerbitan obligasi hingga right issue.

"Mudah-mudahan dengan adanya penurunan tingkat suku bunga dan ada insentif pajak meningkatkan minat para calon emiten untuk menerbitkan obligasi," tutupnya.




(das/eds)

Hide Ads