Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Bambang Gatot menjelaskan, pemerintah mempercepat larang tersebut dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya lantaran terbatasnya cadangan nikel di Indonesia.
Dia mencatat dari 2017 hingga 2019 total kuota ekspor nikel yang diizinkan Kementerian ESDM mencapai 76 juta ton. Jika dihitung dari angka itu maka cadangan nikel Indonesia hanya cukup sampai 8 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua dengan perkembangan teknologi, saat ini nikel berkadar rendah sekalipun sudah bisa diolah. Salah satunua untuk menjadi komponen baterai mobol listrik.
Alasan ketiga, pemerintah mempertimbangkan jumlah smelter atau pabrik pemurnian nikel yang sudah cukup banyak. Saat ini sudah ada 11 smelter yang selesai dibangun. Kemudian ada 25 smelter yang masih dalam proses pembangunan.
"Jadi total ada 36 smelter. Total kapasitas inputnya 81 juta ton. Kalau dari 11 smelter yang sudah jadi saja kapasitas inputnya 24,1 juta ton," tambahnya.
Pemerintah sendiri awalnya akan melarang ekspor bijih nikel kadar rendah di bawah 1,7% pada 2022. Izin ekspor diberikan kepada para perusahaan tambang yang tengah membangun smelter.
"Bagi yang kontrak ekspornya masih berjalan ini ada waktu 4 bulan, silahkan disesuaikan. 1 Januari 2020 sudah resmi," tuturnya.
Pemerintah mempercepat larang tersebut dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya lantaran terbatasnya cadangan nikel di Indonesia.
(das/fdl)